Selasa, 07 Juli 2020

C A R A K U M E N G A T U R K E U A N G A N



Sejak mulai mencari uang sendiri ditahun 2013 hingga sekarang, aku sudah terbiasa mengatur keuanganku sendiri. Menabung untuk biaya pendidikan adalah yang paling aku utamakan, karena pada saat itu prioritas utamaku adalah biaya kuliah, aku selalu berusaha membayar lunas diawal semester supaya dapat potongan 5% hahaha, nominalnya sangat lumayan buatku.

Bagaimana kira-kira caraku menyisihkan uang pada saat itu?

Gajiku diawal kerja pada 2013 kalau tidak salah sekitar 2jt, sampai pada saat aku berhenti bekerja ditempat yang lama, gaji perbulanku sekitar 4jt, tapi sejujurnya rata-rata tiap bulan meski gajiku sudah naik aku hanya memperoleh sekitar 3juta hahahah. Kok bisa? Karena sering bolos kerja untuk kepentingan kuliah, jadi gajiku dipotong karena ketidakhadiran kerja. Jangan dicontoh please, aku sangat sadar itu tidak baik. Ada beberapa alasan lain juga kenapa aku sering bolos kerja, utamanya ketika shift 2, aku bekerja dengan 3 shift dulu.

Jadi dari 3 juta yang aku peroleh setiap bulan, aku selalu memprioritaskan tabungan untuk pendidikanku sebesar 1 juta, setelahnya baru untuk keperluan yang lainnya. Sekarang aku sudah lulus, itu artinya pengelolaan keuangan yang aku terapkan kemarin berhasil bukan? Hmm, rasanya tidak juga, waktu kuliah semester 6 aku berhenti bekerja setelah hampir 5 tahun bekerja ditempat yang sama. Aku mendapat pesangon dan lain sebagainya sekitar 40jt. Dari semester enam sampai lulus aku tidak bekerja, hanya beberapa pekerjaan kecil saja yang aku lakukan, hidupku semenjak kuliah semester 6, sekitar tahun 2018 sampai awal 2020 aku gantungkan di 40jt itu, sekarang sudah tidak tersisa sedikitpun. Habis.

Oke, abaikan soal 40 juta.

Yang ingin aku bagikan adalah bagaimana caraku mengatur keuanganku yang sekarang. Berhubung sudah mulai bekerja ditempat yang baru, mempunyai penghasilan dengan nominal yang baru, memiliki prioritas keuangan yang berubah, dan lagi cara lamaku mengelola keuangan sepertinya tidak terlalu tepat, maka sekarang aku ingin memperbaiki caraku mengelola penghasilan. Aku berhasil membayar biaya pendidikanku, tapi aku tidak memiliki tabungan sedikitpun, hal inilah yang aku rasa tidak tepat.

Ilmu untuk mengatur keuangan yang  aku terapkan sekarang berasal dari browsing sana sini, dan nonton youtube ini itu hahaha. Aku mengalokasikan uangku kedalam 3 pos, yakni Living, Saving  dan Playing

Ø  Living
Di pos ini aku mengalokasikan 50% dari total penghasilanku setiap bulannya, pos ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, memakan biaya yang paling besar, serta perincian yang juga paling banyak. Mulai dari biaya makan selama satu bulan, listrik, sabun, makanan kucing, membantu mama, skincare, infaq dan lain lain dan lain lain. Mungkin ada yang bertanya-tanya kenapa infaq dari gaji masuk ke pos Living? Aku pernah baca bahwa sebagai muslim kita juga dianjurkan untuk mengeluarkan zakat dari gaji kita sebesar 2,5%. Namun setauku tidak wajib, tapi percaya deh sedekah tidak akan mengurangi, namun justru menambah. Dan ada kebahagiaan tersendiri ketika kita bisa memberi pada orang lain. Aku sudah merasakannya, selama hampir 5 tahun aku rutinkan setiap bulan, hasilnya meski aku hampir tidak pernah memiliki uang yang banyak, namun Alhamdulillah segala kebutuhanku selalu tercukupi, seolah-olah uangku tidak pernah ada habisnya, meski rasanya uang yang aku punya hanya segitu saja nominalnya. 

Ø  Saving
Ini bagian yang sebisa mungkin tidak boleh diganggu gugat, aku menyisihkan 30% penghasilanku untuk ditabung setiap bulannya. Aku memiliki satu rekening khusus untuk tabungan. Jadi setiap gajian, langsung saja aku transfer 30% ke pos saving. Belajar dari pengalamanku di masa lalu, aku tidak ingin kedepannya tidak memiliki tabungan sama sekali. Aku bahkan mulai mencari tahu cara untuk investasi, menurutku ini cukup penting. Inflasi membuat uang yang kita miliki berkurang nilainya setiap saat, oleh karena itu kita harus pintar memilih jenis investasi yang kalau bisa menguntungkan, atau minimal tidak mengurangi nilai tabungan yang kita miliki. Jika aku memiliki 40 juta lagi aku akan lagsung menginvestasikannya hahahaha.

Ø  Playing
Ini pos dengan alokasi yang porsinya paling kecil yakni 20%, namun pos ini adalah yang paling aku suka. Pos ini adalah pos foya-foya ahahaha, pos untuk menyimpan uang yang akan aku gunakan untuk membeli pengalaman, pengalaman apa? Pergi ketempat-tempat yang belum pernah aku kunjungi, makan makanan enak yang sudah berulang kali aku makan atau justru belum pernah aku makan sama sekali, nonton film horor ke bioskop, atau membeli barang sekunder yang sudah lama diinginkan. Pos ini adalah pos dimana uang untuk having fun aku sisihkan, membeli buku juga termasuk disini. Menyenangkan diri sendiri itu sangat penting, kita bisa menjadi pribadi yang positif salah satunya adalah selama kita juga memperlaukan diri kita dengan baik.


Ada tambahan tips yang mungkin bisa kalian pakai juga



Ini adalah satu-satunya dompet yang aku gunakan setiap hari, aku membedakan kantong untuk setiap alokasi dana menjadi pos-pos kecil seperti diatas. Hanya ini saja karena sisanya sudah aku belanjakan diawal bulan. Dana sehari-hari aku letakkan di kantong utama karena setiap hari itu yang akan selalu aku buka, sedangkan sisanya hanya pada saat-saat tertentu saja. Ini benar-benar sangat membantu, imbasnya aku jadi lebih bisa aware uangku sisa berapa dimasing-masing pos kecil ini, sehingga berujung pada kehati-hatian dalam penggunaannya.

Ide ini terinspirasi dari video di youtube yang aku tonton, ada beberapa orang yang mengatur keuangannya dengan menggunkan bank dompet. Dompet yang didalamnya kurang lebih berisi 30 kantong plastik. Setiap plastik diisi uang harian yang akan digunakan, hal ini bertujuan untuk mengatur keuangan perhari supaya lebih tertata dan terencana, jika masih ada sisa uang dihari itu maka bisa ditabung. Karena aku belum merasa membutuhkan perencanaan yang begitu rinci seperti itu, aku mengadaptasinya menjadi lebih simpel dan disesuaikan dengan kebutuhanku.

Demikian tips mengelola uang yang saat ini aku jalankan, semoga bermanfaat, see you next time, doakan supaya aku lebih rajin lagi menulis ya!

Selasa, 18 Februari 2020

C U R H A T


Belakangan ini aku belajar banyak hal, pelajaran penting mengenai hidup yang jika aku bisa menerapkannya maka hidupku akan terasa lebih ringan. Hanya saja penerapannya akan terasa berat diawal, itu yang sedang aku rasakan sekarang.

Sempat merasakan dekat dengan seseorang, melakukan banyak hal bersama tanpa ada kejelasan mengenai hubungan kami kedepannya. Awalnya ku pikir ini lebih dari sebuah pertemanan biasa. Tapi aku salah, aku mengenal pepatah itu, bahwa orang yang membawa bantal belum tentu akan tidur, orang yang membawa piring juga belum tentu akan makan. Jadi harusnya menjadi wajar jika ada orang yang kita rasa begitu dekat  pada akhirnya tidak berniat serius menjalin hubungan jangka panjang dengan kita. Pelajaran pertamaku kali ini adalah jangan mudah ge er.

Aku tak pernah tahu alasan sebenarnya dia melakukannya, apa aku ingin tahu? Tentu. Tapi aku akan berusaha menyimpan rasa ingin tahuku untukku sendiri dan kemudian melupakannya. Aku tidak ingin mendengar alasan apapun, apalagi sekedar alasan untuk menyenangkan perasaanku. Itu sungguh sangat tidak perlu, karena pada akhirnya ketika kita lebih memilih mendengar yang mengenakkan padahal itu bukan sebuah kebenaran, pada saat itu juga kita tidak akan bertambah kuat karena masalah yang ada, melainkan justru melemah. Pelajaran keduaku adalah jangan cengeng, jadilah kuat, terima semuanya dengan lapang dada.

Mengenai perasaanku sendiri, apakah aku mencintainya? Aku tidak tahu pasti, aku tidak bisa menjelaskan perasaanku sendiri. Aku tidak tahu apa ini cinta atau bukan. Ketika aku jatuh cinta maka perasaanku akan seperti apa aku tidak tahu. Yang jelas melalui peristiwa ini aku belajar bahwa ketika kita sungguh-sungguh cinta, maka tidak akan ada rasa ingin memiliki, tidak akan ada rasa berharap ataupun berekspektasi, kita akan membiarkan orang yang kita cinta menjadi seperti apapun yang dia mau, memilih siapapun yang dia mau meski itu bukan kita, satu-satunya yang kita inginkan hanya kebahagiannya. Cinta membuat kita ingin selalu memberi, tanpa keinginan sedikitpun untuk balas diberi, cinta artinya berbagi tanpa syarat. Pelajaran ketigaku, cinta yang sesungguhnya cinta bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.

Meletakkan harapan sudah sepantasnya hanya kepada Allah, jangan pernah sekalipun berharap pada manusia. Jangan pernah sekalipun bergantung pada manusia. Ketika kita melakukan kebaikan pada orang lain, maka jangan pernah sekalipun berharap orang tersebut akan melakukan kebaikan yang sama, jangan pernah. Manusia adalah jagonya membuat kecewa, pernah dengar istilah  “diatas iblis masih ada manusia”? ya, manusia bahkan diibaratkan lebih kejam dari iblis. Jadi jangan sekali-kali berharap pada manusia, letakkan saja keberharapanmu hanya pada Allah. Percaya bahwa apapun yang terjadi dalam hidupmu tak pernah lepas dari ketentuannya. Ketentuan yang pada akhirnya akan berujung pada kebaikan untuk dirimu. Pelajaran keempaktu adalah berharap dan bergantunglah hanya pada Allah tanpa terkecuali.

Sebuah fakta yang baru saja aku pelajari bahwa pada dasarnya di dunia ini tak ada satupun yang benar-benar saling memiliki, kita semua hanya saling dititipi. Dalam hal apapun, dalam hubungan dengan siapapun tanpa terkecuali. Tugas kita hanya menjaga titipan, hanya menjaga tanpa memiliki, jadi kita harus rela ketika titipan tersebut diambil oleh pemilik sesungguhnya. Kapan akan diambil kita tidak akan pernah tahu, oleh karenanya menjaga titipan dengan baik, memperlakukan titipan dengan baik harus kita lakukan setiap saat, karena kelak  kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah dititipkan kepada kita. Pelajaran kelimaku adalah kita harus memanfaatkan waktu dengan orang terkasih sebaik mungkin, karena kapan waktu seseorang itu habis tak pernah ada yang tahu.

Usiaku hampir 27 tahun, sudah bukan remaja lagi. Sudah diperhitungkan sebagai wanita dewasa oleh masyarakat. Pencapaian yang sebagian besar sudah di capai oleh orang-orang seusiaku belum bisa aku capai hingga detik ini. Apa aku cemas? Hmmm, sedikit. Tapi tak apa, wajar ada sedikit kecemasan, yang penting itu tidak membuatku terpuruk. Setiap orang memiliki waktunya masing-masing. Itu yang aku tanamkan dalam benakku. Karenanya aku berhenti membandingkan diriku dengan siapapun yang ada di dunia ini, aku akan menjalani hidupku dengan tenang tanpa intervensi dari siapapun, cukup Allah saja. Kapan aku akan bekerja, dimana, kapan aku menikah, dengan siapa, kapan aku mati, dalam keadaan seperti apa, cukup Allah yang menentukan. Tugasku hanya menyupayakan sebaik dan semaksimal yang aku bisa. Menjadi versi terbaik dari diriku bukan berarti menjadi positif setiap saat, ketika merasa sedih atau sakit aku akan tetap menerima dan mengeluarkan emosi tersebut, hanya saja aku harus tahu kapan waktu untuk bangkit kembali. Pelajaran kelimaku, berhenti mebandingkan dan jadilah versi terbaik dirimu.

Apa sekarang aku baik-baik saja? Masih belum, tapi secara bertahap membaik, sungguh sangat membaik. Pemahamanku tentang hidup semakin meluas, proses pendewasaanku juga mengalami kemajuan. Bagiku itu adalah poin terpentingnya.



Jumat, 08 Februari 2019

M A S A L A H


Apa tujuan hidupmu? Hidup damai dan bahagia tanpa masalah? Impossible !

Selama masih hidup maka masalah akan terus ada, jadi jangan pernah mengharapkan hidup tanpa masalah, justru jadilah tangguh untuk dapat melewati setiap masalah dalam hidup. Jika menyerah maka bisa jadi memang kita tidak layak, ingat bahwa Tuhan hanya membebankan sesuatu yang dapat kita tanggung, jadi sudah ada takaran akan kesanggupan yang sebenarnya kita miliki.

Berapa jumlah manusia yang ada di bumi ini?

7.600.000.000 dan ajaibnya mereka semua memiliki masalah. Entah kemarin, saat ini, atau bisa jadi esok lusa, masalah yang saat ini kau hadapi adalah juga masalah yang dihadapi orang lain. Jadi jangan terlalu larut dan merasa menjadi orang yang paling menderita didunia. Berhenti masokis terhadap diri sendiri dengan menikmati penderitaan. Bangkit dan selesaikan masalahmu, kalian harus tahu bahwa menyelesaikan masalah adalah sumber kebahagiaan. Contoh kecil yang baru-baru ini kualami adalah berhasil menemukan jurnal pendukung untuk bab satu skripsiku, hanya sebuah jurnal tapi menemukannya sungguh membawa rasa bahagia dan teriakan ‘yess!’ yang keras.

Jangan juga memiliki mentalitas korban dengan terus menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi pada diri kita, cobalah lihat kembali diri kita, sedari kecil anak-anak seharusnya diajarkan tentang tanggung jawab, bahwa kita bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi terhadap diri kita. Kita tidak bisa mengendalikan orang lain supaya tidak menyakiti kita, tapi kita selalu bisa mengendalikan diri kita sendiri atas reaksi yang kita munculkan akibat perlakuan orang lain terhadap kita.

Perbuatan tidak menyenangkan orang lain terhadap kita tentu amat menyebalkan, jika tidak disikapi dengan benar maka bisa jadi perasaan kesal itu akan terus ada dan berubah menjadi dendam. Hai.. memutuskan untuk mendendam atau memaafkan seseorang itu adalah kehendak kita, bentuk tanggung jawab yang kita lakukan terhadap diri sendiri, apakah akan terus mendendam dan menyimpan rasa kesal atau memaafkan dan berdamai dengan diri sendiri.

Berpikir panjanglah ketika menghadapi masalah yang kau rasa berat, apa yang sudah kau perbuat, apa yag saat ini bisa kau lakukan, serta sisi positif yang bisa kau ambil dari masalah yang sedang kau hadapi saat ini.

Jangan pula menyalahkan diri sendiri ketika terpuruk, setiap manusia pasti pernah melakukan hal bodoh, setiap manusia memiliki kekurangannya masing-masing, setiap manusia pasti pernah berbuat kesalahan, hal itu manusiawi, itulah yang menjadikan kita selayaknya manusia kebanyakan.

Yang harus kau lakukan adalah belajar, jika kemarin kau tersandung batu besar dibelokan jalan itu maka besok lewatilah jalan yang lain, jika kemarin kau terlalu sibuk dengan duniamu dan melewatkan banyak kesempatan untuk bercengkerama dengan ayahmu, lalu ayahmu meninggal dan kau menyesal, maka sekarang lewatkanlah banyak waktu dengan ibumu, jangan sampai kau menyesal untuk yang kedua kalinya. Hanya keledai bodoh yang terjatuh pada lubang yang sama sampai dua kali, jangan jadi keledai.

Berbagilah atas kebahagian yang kau miliki, maka kebahagianmu akan berlipat ganda. Berbagilah kesedihan yang kau miliki, maka kesedihanmu akan berkurang separuh. Aku mendengar itu dari sebuah film, menurutku itu quotes yang menarik dan patut untuk ditiru. Berbagi kebahgiaan maka akan berlipat ganda, berbagi kesedihan makan akan berkurang separuhnya. 

Yaa, kau tidak boleh menyimpan masalahmu sendiri, bagikan pada Tuhanmu, curhat dan mintalah pertolongan, berbagi pula pada orang yang kau percaya, teman dekatmu. Meski ia mungkin tak bisa membantu banyak tapi percayalah akan ada perasaan lega yang akan kau rasakan ketika menceritakannya. Percayalah, jiwamu bisa sakit jika terus menyimpan masalah sendirian.

Bersedihlah ketika kau merasa sedih, jangan pura-pura bahagia. It’s ok not to be ok. Tapi jangan berlama-lama dengan terus menikmati kesedihan yang kau rasakan, tidak akan ada perubahan jika kau sendiri tak berubah, bahagia atau tidak selalu ada ditanganmu, bukan ditangan orang lain sekalipun itu orang terdekatmu. Ingat bahwa menyelesaikan masalah adalah kunci kebahagiaan.


Senin, 28 Januari 2019

My Little Step


Starting New Life?

Lebih tepat kalau disebut Improving Life

Untuk menjadi lebih baik, dalam hal apapun itu, kita harus selalu meningkatkan kualitas bukan?!
Itulah yang sekarang coba kulakukan

Implementasinya?

Aku melakukan langkah kecil dengan membuat  Bullet Journal, yakni sebuah manual perencanaan sederhana yang dibuat untuk mengatur dan memantau kegiatan sehari-hari. 

Apa saja isinya?
  1. Catatan mengenai goals apa yang ingin aku capai beserta cara yang harus kulakukan untuk mencapainya
  2. Jadwal rutin yang bersifat harian maupun mingguan yang kulengkapi dengan Habit Tracking untuk memantau sudah terpenuhi atau belum rutinitas yang telah terjadwal
  3. Rencana bulanan yang berisi kegiatan yang akan dilakukan
  4. Tracking Blog Post yang sengaja kubuat untuk mendisiplinkan diri menulis disini


Kenapa melakukan ini?

Karena aku sangat tidak disiplin, banyak aspek dalam hidupku yang belakangan ini menurun kualitasnya, ada banyak pula aspek dalam diriku yang ingin aku tingkatkan menjadi lebih baik, menurutku Bullet Journal akan sangat membantuku untuk melakukan self improvement.

Jika ada yang berpikir ini ribet dan kurang kerjaan kurasa ada benarnya, hanya saja itu tidak berlaku untuk semua orang, jika kamu adalah tipe orang yang sudah terencana dan disiplin maka kurasa kalian tidak terlalu membutuhkan ini, tapi untuk orang-orang sepertiku yang memiliki banyak rencana tapi realisasinya sering nol besar maka membuat Bullet Journal menjadi salah satu langkah penting yang perlu untuk dilakukan.

Dari mana tahu tentang Bullet Journal?

Dari Youtube, ada banyak sekali vlogger dari luar negri atau bahkan dari Indonesia yang membuat vlog mengenai Bullet Journal, jadi jangan pernah bilang “aku tidak tahu cara melakukannya”. Mereka bahkan menghias Bullet Journal mereka dengan sangat cantik.

Hmm, sebenarnya ketika SD aku pernah membuat sesuatu yang mirip Bullet Journal, yakni jadwal kegiatan sehari-hari, tujuanya sama yakni mendisiplinkan diri agar menjadi pribadi yang lebih baik. It’s amazing that what I have done in last become happening right now.

Setelah selesai dibuat maka yang terberat adalah konsisten untuk melakukannya. Bagiku konsisten terhadap diri sendiri adalah salah satu hal yang berat, mungkin karena aku merasa bahwa tanggung jawab terhadap diri sendiri akibat ketidakkonsistenanku akan ringan dan tidak menimbulkan imbas langsung. Salah satu alasan mendesak aku sangat memerlukan Bullet Journal.

Inti dari Bullet Journal yang kubuat tentunya adalah Self Improvement, menjadi orang yang lebih baik merupakan harapan dari banyak orang, bagaimana mewujudkannya tentu setiap orang memiliki langkahnya masing-masing, dan ini adalah langkahku.

Setelah ini aku akan menjadi lebih aktif untuk menulis, aku menjadwalkan dua kali dalam seminggu memiliki postingan baru di blog ini. Temanya akan bermacam-macam namun aku akan selalu berusaha menulis sesuatu yang bermanfaat, sesuatu yang perlu dibaca oleh banyak orang, sesuatu yang memilki pesan-pesan baik.


Salam hangat



Rabu, 27 September 2017

Stereotipe Penghalang Cinta


“Mencintai lebih kompleks dibandingkan menyukai, sehingga lebih sulit untuk diukur , lebih membingungkan untuk diteliti. Orang mendambakannya, hidup untuknya, mati untuknya.”

            Kalimat diatas adalah definisi cinta dalam buku Psikologi Sosial Robert A Baron & Donn Byrne jilid 1. Tahukah kalian bahwa Psikologi, khususnya Psikologi Sosial juga menjadikan 'cinta' sebagai objek kajian, bahwa cinta itu terdiri dari 2 jenis. Ada yang disebut Companionate Love, yakni jenis cinta yang bisa dibilang adalah bentuk cinta sejati, serta ada pula yang disebut Passionate Love, yakni jenis cinta yang hanya dilandasi gairah semata sehingga lebih bersifat fana.
            Secara umum salah satu faktor yang membuat seseorang tertarik kepada orang lain adalah karena adanya kemiripan diantara mereka, bisa karena memiliki hobi yang sama, makanan kesukaan yang sama atau bahkan karena berasal dari suku yang sama. Lalu adakah kemungkinan seseorang menyukai orang yang justru memiliki perbedaan yang signifikan dengan dirinya, ambil contoh si A yang penyuka makanan pedas jatuh cinta pada si B yang penyuka makanan manis, atau si C yang penyuka film horor jatuh cinta pada si D yang bahkan sama sekali tak suka menonton film jenis apapun? Bukankah hubungan yang akan terjalin justru akan sangat berwarna, sebuah hubungan yang saling melengkapi. Jawabannya mungkin saja, namun berdasarkan penelitian secara umum seseorang akan lebih tertarik secara personal kepada orang yang juga memiliki kesamaan dengan dirinya.
            Dari pembukaan tentang definisi cinta diatas, kali ini aku akan menceritakan kisah cinta driver ojek online yang telah beberapa kali mengantarku ke kampus maupun ketempat kerja, Allah mentakdirkan jarak rumah kami cukup berdekatan, sehingga tak jarang ketika aku memesan ojek online, beliaulah driver yang tertangkap oleh radar .. hehe
            Beliau bernama Pak Amin, telah cukup lama pensiun setelah 20 tahun lebih bekerja di sebuah perusahaan. Beliau memiliki 3 orang anak yang semuanya telah menjadi sarjana, anak pertama sudah menikah dan memiliki seorang anak, karenanya Pak Amin ini adalah seorang kakek, anaknya yang kedua akan melangsungkan pernikahan beberapa bulan mendatang, sedangkan si bungsu yang baru wisuda sedang menunggu panggilan kerja setelah selesai melakukan wawancara beberapa hari sebelumnya.
            Sore itu saat perjalan menuju kampus sepanjang jalan aku mendengarkan kisah cinta Pak Amin, dimulai ketika pak Amin memberikan saran yang membuatku spontan bertanya, “loh, kenapa memangnya pak?”
            Pak Amin memberikan saran padaku jika kelak aku akan menikah maka pilihlah orang yang berasal dari suku Jawa, pak Amin berkata kalau orang Jawa itu rajin bekerja dan itu akan menjadi modal yang bagus dalam berumah tangga. Meski secara terang-terangan pak Amin menyatakan bahwa orang yang berasal dari suku Jawa itu lebih unggul, ternyata Pak Amin sendiri asli Betawi, lahir serta tumbuh besar dilingkungan Betawi yang kental.
            Beliau lalu bercerita bahwa istrinya adalah orang Jawa, mereka bekerja di tempat yang sama. Pak Amin seorang mekanik sedang istrinya adalah seoarang admin di perusahaan tersebut. Maka benarlah pepatah yang mengatakan “buah jatuh tak jauh dari pohonnya, jodoh berlabuh tak jauh dari lingkungannya”. Pun teori hubungan interpersonal dalam psikologi sosial juga sepakat bahwa jarak yang dekat memungkinkan manusia untuk lebih mudah berinteraksi, jika saling tertarik maka interaksi yang akan terjalin menjadi semakin intens dan pada akhirnya timbulkan kelekatan sebagai bakal tunas yang nantinya dapat tumbuh menjadi cinta.
            Kembali pada kisah cinta Pak Amin, meski Pak Amin dan sang istri berasal dari suku yang berbeda, yang sudah pasti membuat mereka juga memiliki beberapa sifat yang berbeda pula ( tak dapat di pungkiri, faktor budaya yang melekat pada seorang individu akan berpengaruh besar terhadap sikap yang dimilikinya), Pak Amin dan sang istri tetap saling jatuh cinta, sebuah hubungan cinta yang saling melengkapi.
            Tibalah saat dimana mereka berniat untuk menikah, keinginan tersebut disampaikan kepada keluarga masing-masing, tak disangka kedua belah pihak keluarga sama-sama menentang hubungan mereka. Penyebabnya adalah karena perbedaan suku. Keluarga pak Amin memiliki stereotipe bahwa orang yang berasal dari suku jawa itu matrelialistis, pun sama halnya dengan keluarga istri Pak Amin, mereka memiliki stereotipe yang tak kalah mengherankan menurutku, bahwa orang betawi itu pemalas dan tukang kawin.
            Meski ditentang, karena perasaan cinta yang sungguh mendalam mereka tetap melangsungkan pernikahan tanpa restu kedua belah pihak keluarga. Sampai tiba saatnya setahun setelah pernikahan , istri pak Amin melahirkan anak pertamanya, dengan intonasi sedih mengenang kejadian itu pak Amin bercerita bahwa tak ada satupun keluarga dari pihak istri yang datang untuk menjenguk, meski keluarga dari pihak Pak Amin telah lebih dulu luluh dan akhirnya memberikan restu. Dari kejadian itu Pak Amin bertekat untuk membuktikan kepada keluarga sang istri bahwa anggapan mereka mengenai orang Betawi yang pemalas dan tukang kawin itu salah dengan cara terus bekerja dengan giat dan selalu menomorsatukan keluarga. Setelah kelahiran anak kedua barulah keluarga istri Pak Amin mulai luluh,  dan hingga detik ini mereka hidup rukun serta bahagia.
            Dari kisah Pak Amin aku belajar bagaimana stereotipe itu tak jarang menyesatkan penilaian kita terhadap orang lain, anggapan kita terhadap orang lain menjadi tidak objektif dan hal itu jelas-jelas tidak adil karena merugikan.
            Apa itu stereotipe? Stereotipe adalah penilaian kita terhadap seseorang berdasarkan karakteristik tertentu dari kelompok dimana orang tersebut tinggal, dan sudah pasti stereotipe ini belum tentu benar. Dalam kasus Pak Amin kita bisa lihat dengan jelas bagaimana stereotipe keluarga istri pak Amin tentang orang Betawi yang malas dan tukang kawin berakibat pada cara mereka menilai pak Amin. Ketika mereka beranggapan orang Betawi itu pemalas dan tukang kawin maka secara otomatis, pak Amin yang juga orang betawi  dicap sebagai pemalas dan tukang kawin pula. Padahal kenyataannya waktu membuktikan bahwa anggapan tersebut salah, Pak Amin bukan pemalas, ia jusru sangat giat bekerja bahkan hingga sekarang, usai pensiunpun beliau tetap bekerja, beliau juga bukan tukang kawin, karena setelah berpuluh-puluh tahun menikah toh Pak Amin tetap setia pada satu istri.
            Jadi mari belajar dari kisah Pak Amin, bahwa kita tidak boleh melakukan stereotiping pada seseorang, menilai seseorang hanya berdasarkan tempat dimana orang tersebut berasal, atau dari kelompok dimana orang tersebut tinggal. Meski tak dapat dipungkiri lingkungan tempat tinggal mempengaruhi kepribadian seseorang namun jangan pula tutup mata bahwa banyak stereotipe yang berkembang di masyarakat kebenarannya masih perlu dipertanyakan.

            Psikologi Humanistik beranggapan bahwa setiap individu itu unik, bahkan saudara kandung yang kembar identikpun pasti memiliki perbedaan, jadi kita tidak boleh menyamarakatan seseorang dengan orang lain meski itu dengan kelompok dimana orang tersebut lahir dan tumbuh sekalipun.


It's ok not to be ok

Sebagian besar orang, jika mengalami suatu kejadian khusus maka mereka akan sangat ekspresif menunjukkan keadaan emosi yang sedang mereka rasakan, sedih menangis, senang tertawa, marah membentak, galau termenung. Namun ada pula tipe orang yang tidak seekspresif itu berkaitan dengan emosi yang sedang ia rasakan.

Kemarin malam aku membaca beberapa artikel psikologi diinternet, ada sebuah kalimat yang membuatku sangat tertarik karena membuatku berpikir ulang mengenai kebiasaanku. Aku memiliki kebiasaan untuk berkata “tidak apa-apa” kediri sendiri ketika mengalami hal yang tidak menyenangkan. Termasuk ketika mengalami kondisi menyedihkan sekalipun, dengan sok ‘bukan manusia biasa’ aku akan berkata “sudah, jangan sedih” atau kalimat semacamnya,  yang intinya secara tidak langsung melarang diri sendiri ‘merasakan sedih’.  Lalu eng ing eng, tiba-tiba aku membaca sebuah kalimat yang berbunyi “it’s ok not to be ok”  dengan imbuhan kalimat “Rememember to be kind to yourself too”.

Dengan melarang diri sendiri merasa sedih apakah artinya aku sudah berbuat baik pada diriku sendiri? Selama ini aku menolak ‘not to be ok’ dan selalu memaksa diri sendiri untuk ‘it’s ok’.  Padahal ‘it’s ok not to be ok’ kok. Mmmm ??? Jadi mari kita bongkar

Dimulai dari definisi emosi itu sendiri, emosi dalam bahasa latin memiliki arti “move out” (bergerak keluar). Emosi (emotion) merupakan gabungan kata e untuk energi dan motion untuk pergerakan, sehingga emosi menggerakkan kita untuk bertindak agar dapat bertahan dari ancaman, mendapat kedekatan sosial, dan prokreasi (Gentry, 2007).

Ya, jadi emosilah yang menggerakkan seseorang untuk melakukan suatu tindakan ataupun menghindari suatu situasi. Maka dapat dikatakan normal ketika seseorang yang sedih karena patah hati kemudian menangis, atau orang yang takut ketika melihat ular kemudian lari terbirit-birit.

Jadi jika kamu patah hati dan merasa sedih lalu bilang kediri sendiri “sudah, tidak apa-apa jangan sedih” itu tidaklah dibenarkan. Karena akan menjadi tidak normal ketika alarm yang diberikan adalah emosi sedih namun tingkah laku yang ditunjukkan justru biasa-biasa saja atau malah gembira. Lain cerita jika kita mengidap apa yang disebut Alexithymia yakni gangguan psikologis dimana pengidapnya tidak mampu untuk mengidentifikasi serta mendiskripsikan secara verbal emosi yang dialaminya.

Ada yang pernah nonton drama korea berjudul Cheese In The Trap? Aku pernah, dan menurutku pemeran utama laki-laki dalam drama tersebut mengalami Alexithymia, Yoo Jung kecil hanya diperbolehkan menunjukkan perilaku ramah didepan semua orang, sehingga ketika ia marah ia tidak menunjukkan kemarahannya. Meski tak menunjukkan kemarahannya ia tetap dendam dan akan balik membalas dengan cara-cara yang bisa dibilang sadis namun ia sendiri menganggap hal tersebut wajar, Yoo Jung dewasa bahkan mengakui bahwa ia tidak merasa perlu mengerti perasaan orang lain, karena orang lainpun tak mau berusaha mengerti perasaanya. Jadi ketika ia membalas perbuatan jahat orang lain ia tak pernah berpikir bahwa hal itu akan “semenyakitkan itu” bagi orang tersebut.

Kegiatan memantrai diri dengan bilang jangan sedih mengingatkanku pula pada salah satu dari 8 mekanisme pertahanan diri ala Freud, yakni represi. Represi adalah salah satu mekanisme pertahanan diri dengan cara menekan pengalaman-pengalaman yang tidak diinginkan kealam bawah sadar. Berdasarkan psikoanalisis Freud kita juga tahu bahwa pengalaman-pengalaman bawah sadar dari masa lalu bisa saja muncul dimasa yang akan datang dalam bentuk yang bisa jadi tidak kita inginkan, seperti trauma misalnya, atau perilaku menyimpang lainnya. Jika terus dilakukan, menekan perasaan sedih kealam bawah sadar dan tidak mengekspresikannya, bukan tidak mungkin dimasa mendatang kesedihan yang di repres tersebut akan muncul kembali dan berubah menjadi kelaian psikologis. Dalam kasus Yoo Jung pun seperti itu, represi emosi yang tidak dapat diekspresikan dari masa lalu muncul dimasa depan dalam bentuk perilaku antisosial yang menjadikannya tidak berempati pada perasaan orang lain.

Karenanya kurasa sangat penting bagi kita untuk dapat mengekspresikan emosi yang kita rasakan sesuai dengan porsinya dan tidak berlebihan. Kita tidak harus selalu dalam keadaan ‘positif’ setiap saat, pasti akan selalu ada saat dimana kita marah karena suatu hal, hal tersebut normal, marahlah asal jangan mendendam. Pun akan ada saat dimana kita sedih, itu juga normal, maka besedih dan menangislah asal jangan berlebihan. Mulailah menyayangi diri sendiri seutuhnya, bukan hanya pada saat merasakan bahagia saja kita melakukan pengakuan “aku bahagia”, pada saat sedihpun kita boleh membuat pengakuan pada diri sendiri “aku sedih”. Jadi ketika suatu saat nanti aku merasa sedih, aku akan mengakuinya, aku akan bilang pada diriku sendiri, ya aku merasa sedih, itu normal dan manusiawi, menangislah jika perlu karena itu akan membuat perasaanmu menjadi sedikit lega, telusuri akar permasalahannya, perbaiki jika masih bisa, selesaikan dan setelahnya kembalilah seperti sediakala.


Oke, orang dewasa paham bahwa praktik akan selalu berkali-kali lipat lebih sulit dibanding teori, apalagi berkenaan dengan kehidupan. Entah berapa deret kalimat bijak yang pernah kubaca sambil mengangguk-angguk dan berkata dalam hati “aku akan mempraktikkannya lusa”. Dan kalian tahu, sering saat lusa tiba aku bahkan tidak ingat apa yang telah kubaca kemarin. Untukku, sedikit pengalaman yang dicampur teori yang kutulis diatas semoga tak bernasib sama dengan deretan kalimat bijak yag kubaca kemarin itu.


Senin, 28 Agustus 2017

Titik Balik

Hijrah itu mudah, yang sulit adalah mempertahankannya.

Aku mengalami itu, betapa Allah dulu mempermudah hatiku untuk terketuk melalui perantara seorang teman yang hari ini bilang ia telah hijrah, besoknya aku mantap berkerudung panjang, lalu lusanya mengenakan rok hingga sekarang. Awal hijrah sendirian, berjibaku dengan lingkungan yang masih awam, menutup  mata kala orang menatap penuh curiga, menutup telinga kala cibiran terlontar dengan mudahnya, menyabarkan hati kala candaan mereka menyakiti. Masa berat itu terlewat dengan mulus meski tak bisa dibilang mudah, menjawab pertanyaan sana-sini yang kau tahu, tak semua orang sungguh ingin mengerti dirimu ketika meminta penjelasan atas perbuatanmu, banyak dari mereka yang hanya sekedar ingin tahu.

Harus dari mana aku menuliskannya, aku bingung.

Aku memasuki lingkungan baru 2 tahun setelah hijrah, hijrahku mungkin belum mengakar dalam ketanah, awal pindah aku berusaha menyesuaikan meski rasanya sangat sulit. Aku merasa berbeda dengan mereka, karenanya aku selalu berusaha menjaga jarak. Sampai suatu ketika salah satu dari mereka membuatku ingin bergabung, mengenal mereka lebih dekat sampai pada akhirnya terjalin persahabatan yang erat.

Aku merasa mereka memberi pengaruh positif dalam hidupku, membuatku  keluar dari tempurung kecil duniaku, membuatku  ingin mengenal lebih banyak lagi orang, mereka sungguh teman dunia yang amat menyenangkan. Sampai pada suatu titik aku menyadari bahwa, semakin hari aku semakin futur, semakin jarang pergi kekajian bahkan belakangan hati sama sekali tak tergerak untuk pergi.

Bukan lingkungan baruku yang salah, akarku yang belum menghujam dalam hingga ketika angin lewat hampir-hampir akar itu tercerabut keseluruhan. Sampai pada titik dimana aku merasa seperti bonsai, hidup menua setiap detiknya, jangankan berbuah, karena tumbuhpun aku tidak. Ini menyedihkan, cita-cita untuk menjadi manusia yang bermanfaat serasa hanya bualan yang kubuat dengan penuh kemunafikan. Aku tidak boleh terus seperti ini bukan, titik balik dalam hidupku, hijrah part 2 ku, kurasa ini adalah waktunya.Tak akan aku lari menjauh, aku justru ingin merangkul mereka, karena tak hanya didunia, akupun ingin bertemu mereka kelak di surga


Aku bersyukur karena belum terlambat, aku tersadar sebelum akarku sungguh tak lagi mengait ditanah, aku yang berpenampilan telah hijrah, seharusnya menjadi pelita untuk mereka supaya  mengikuti langkah yang sama, namun aku justru tanpa sadar hampir-hampir kembali ketitik awal. Kini setelah tersadar aku sungguh paham bahwa, tak bisa kau hanya menyemai benih, perlu kau siram, beri pupuk serta kau jaga dari hama supaya benih yang kau semai dapat berubah menjadi pohon yang syukur-syukur dapat berbuah. Point penting yang kupelajari lagi bahwa, kau selalu membutuhkan seseorang yang akan terus menguatkan imanmu, mengingatkan kefuturanmu, serta tak sekedar ingin tahu, namun berusaha mengerti keadaanmu. Dan lagi, sungguh lingkungan pergaulanmu sangatlah berpengaruh terhadap sikap dan perilakumu, berpegang teguhlah, jika kau berada ditempat yang gelap sekarang, curigalah bahwa Allah mengirimmu sebagai pelita disana.