Senin, 28 Agustus 2017

Titik Balik

Hijrah itu mudah, yang sulit adalah mempertahankannya.

Aku mengalami itu, betapa Allah dulu mempermudah hatiku untuk terketuk melalui perantara seorang teman yang hari ini bilang ia telah hijrah, besoknya aku mantap berkerudung panjang, lalu lusanya mengenakan rok hingga sekarang. Awal hijrah sendirian, berjibaku dengan lingkungan yang masih awam, menutup  mata kala orang menatap penuh curiga, menutup telinga kala cibiran terlontar dengan mudahnya, menyabarkan hati kala candaan mereka menyakiti. Masa berat itu terlewat dengan mulus meski tak bisa dibilang mudah, menjawab pertanyaan sana-sini yang kau tahu, tak semua orang sungguh ingin mengerti dirimu ketika meminta penjelasan atas perbuatanmu, banyak dari mereka yang hanya sekedar ingin tahu.

Harus dari mana aku menuliskannya, aku bingung.

Aku memasuki lingkungan baru 2 tahun setelah hijrah, hijrahku mungkin belum mengakar dalam ketanah, awal pindah aku berusaha menyesuaikan meski rasanya sangat sulit. Aku merasa berbeda dengan mereka, karenanya aku selalu berusaha menjaga jarak. Sampai suatu ketika salah satu dari mereka membuatku ingin bergabung, mengenal mereka lebih dekat sampai pada akhirnya terjalin persahabatan yang erat.

Aku merasa mereka memberi pengaruh positif dalam hidupku, membuatku  keluar dari tempurung kecil duniaku, membuatku  ingin mengenal lebih banyak lagi orang, mereka sungguh teman dunia yang amat menyenangkan. Sampai pada suatu titik aku menyadari bahwa, semakin hari aku semakin futur, semakin jarang pergi kekajian bahkan belakangan hati sama sekali tak tergerak untuk pergi.

Bukan lingkungan baruku yang salah, akarku yang belum menghujam dalam hingga ketika angin lewat hampir-hampir akar itu tercerabut keseluruhan. Sampai pada titik dimana aku merasa seperti bonsai, hidup menua setiap detiknya, jangankan berbuah, karena tumbuhpun aku tidak. Ini menyedihkan, cita-cita untuk menjadi manusia yang bermanfaat serasa hanya bualan yang kubuat dengan penuh kemunafikan. Aku tidak boleh terus seperti ini bukan, titik balik dalam hidupku, hijrah part 2 ku, kurasa ini adalah waktunya.Tak akan aku lari menjauh, aku justru ingin merangkul mereka, karena tak hanya didunia, akupun ingin bertemu mereka kelak di surga


Aku bersyukur karena belum terlambat, aku tersadar sebelum akarku sungguh tak lagi mengait ditanah, aku yang berpenampilan telah hijrah, seharusnya menjadi pelita untuk mereka supaya  mengikuti langkah yang sama, namun aku justru tanpa sadar hampir-hampir kembali ketitik awal. Kini setelah tersadar aku sungguh paham bahwa, tak bisa kau hanya menyemai benih, perlu kau siram, beri pupuk serta kau jaga dari hama supaya benih yang kau semai dapat berubah menjadi pohon yang syukur-syukur dapat berbuah. Point penting yang kupelajari lagi bahwa, kau selalu membutuhkan seseorang yang akan terus menguatkan imanmu, mengingatkan kefuturanmu, serta tak sekedar ingin tahu, namun berusaha mengerti keadaanmu. Dan lagi, sungguh lingkungan pergaulanmu sangatlah berpengaruh terhadap sikap dan perilakumu, berpegang teguhlah, jika kau berada ditempat yang gelap sekarang, curigalah bahwa Allah mengirimmu sebagai pelita disana.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar