Di suatu negeri nan jauh, hiduplah si Pungguk berteman angan
yang sungguh mustahil untuk di gapai. Setiap malam yang ia lakukan adalah
memandang Bulan, menyapanya penuh rindu ketika Bulan mulai menyabit lalu
bercerita panjang lebar ketika purnama tiba. Ya .. Pungguk mendamba Bulan, sungguh angan yang
mustahil. Punggukpun menyadarinya, karenanya tak sekalipun ia berharap dapat
meraihnya.
Hari-hari yang ia lalui terasa datar dan membosankan,
rutinitas menyapa Bulan tak sekalipun ia lewatkan hingga suatu ketika takdir
mempertemukannya dengan bayangan. Bayangan mengenalkan Pungguk pada dunia yang
entah itu fana atau justru itu adalah senyata-nyatanya dunia, sudut pandang Pungguk
mulai berubah, ia menyadari dunia tak semembosankan persepsinya selama ini. Hari
hari Pungguk berlalu penuh dengan warna setelah Bayangan berteman dengannya.
Apakah Pungguk melupakan Bulan dambaannya? Iya, Pungguk lupa
pada perasaan mendamba itu. Tapi bukankah itu bagus, untuk apa mendamba sesuatu
yang mustahil untuk didapat? Tapi Pungguk tak sepenuhnya melupakan Bulan,
lihatlah .. kala purnama Pungguk tetap bercerita panjang lebar kepada Bulan,
bercerita tentang betapa ia sekarang bahagia karena dunianya menjadi penuh
warna.
Bulan yang menggantung di langit, yang cahayanya dapat
mengubah hitam pekatnya langit menjadi
benderang, Bulan yang berjarak sangat jauh dari bumi tempat Pungguk
tinggal, tentu tak sekalipun terbersit di hati Pungguk bahwa Bulan akan
menyadari keberadaannya.
Pungguk tak tahu bahwa keajaiban itu nyata adanya, dan
lihatlah .. ternyata selama ini tak sekalipun Bulan berhenti memperhatikan
pungguk, tak pernah sekalipun Bulan tak mendengarkan setiap cerita Pungguk kala
purnama, Bulan bahkan mengingat setiap detail kecil mengenai Pungguk, Bulan
jatuh hati pada Pungguk. Ajaib bukan, sungguh keajaiban yang lebih ajaib
dibanding ajaibnya keajaiban.
Tak tahu pungguk bahwa Bulan mengumpulkan keberanian selama
bertahun-tahun untuk mengungkapkan perasaannya kepada Pungguk, untuk
mengajaknya bersama tinggal dilangit, untuk bersamanya tinggal diantara
gemintang, untuk bersamanya menerangi malam.
Hingga hari itu tiba, hari dimana Pungguk dan Bayangan
bersama menjelajah dunia. Bulan menghampiri Pungguk, bertanya dengan penuh
penghargaan kepada pungguk, “ maukah kau, hai Pungguk, pergi bersamaku
kelangit, tinggal diantara gemintang, serta bersama kita terangi langit malam?”
Kalian tahu apa jawaban Pungguk? bukan ya, tapi justru tidak.
Pungguk sungguh mendamba Bulan, sungguh keajaiban diatas
keajaiban bagi Pungguk meski hanya sekedar dapat bertegur sapa dengan Bulan. Kejadian
semenakjubkan ini sungguh tak pernah terbayang sebelumnya, meski didalam
mimpipun tidak.
Tapi pungguk tak dapat berkata ya setelah Bayangan hadir, Bayangan yang meski Pungguk tahu tak akan selamanya bersamanya, dengan bodohnya Pungguk tetap menginginkan kebersamaan sesaatnya dengan Bayangan.
Bulan tertolak oleh si Pungguk yang bodoh, Bulan memutuskan
pergi tak lama setelah tertolak, toh siapa yang tak menginginkan Bulan? Pungguk
bahkan tak sepadan dengan Bulan, Bulan bersua dengan Kejora dilangit sana, Kejora adalah salah satu gemintang yang paling terang sinarnya, bersama-sama
setiap malam mereka menerangi gelapnya langit. Ah, betapa serasinnya mereka.
Bagaimana dengan Bayangan? Bayangan kembali kepada pemilik
sejatinya, mereka akhirnya menyatu menjadi kesatuan yang utuh.
Lalu pungguk?
Pungguk yang bodoh kembali pada kehidupan awal, sendirian.
Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar