Hijrah itu mudah, yang sulit
adalah mempertahankannya.
Aku mengalami itu, betapa Allah
dulu mempermudah hatiku untuk terketuk melalui perantara seorang teman yang
hari ini bilang ia telah hijrah, besoknya aku mantap berkerudung panjang, lalu
lusanya mengenakan rok hingga sekarang. Awal hijrah sendirian, berjibaku dengan
lingkungan yang masih awam, menutup mata
kala orang menatap penuh curiga, menutup telinga kala cibiran terlontar dengan
mudahnya, menyabarkan hati kala candaan mereka menyakiti. Masa berat itu
terlewat dengan mulus meski tak bisa dibilang mudah, menjawab pertanyaan
sana-sini yang kau tahu, tak semua orang sungguh ingin mengerti dirimu ketika
meminta penjelasan atas perbuatanmu, banyak dari mereka yang hanya sekedar
ingin tahu.
Harus dari mana aku menuliskannya,
aku bingung.
Aku memasuki lingkungan baru 2
tahun setelah hijrah, hijrahku mungkin belum mengakar dalam ketanah, awal
pindah aku berusaha menyesuaikan meski rasanya sangat sulit. Aku merasa berbeda
dengan mereka, karenanya aku selalu berusaha menjaga jarak. Sampai suatu ketika
salah satu dari mereka membuatku ingin bergabung, mengenal mereka lebih dekat
sampai pada akhirnya terjalin persahabatan yang erat.
Aku merasa mereka memberi pengaruh
positif dalam hidupku, membuatku keluar
dari tempurung kecil duniaku, membuatku ingin mengenal lebih banyak lagi orang, mereka
sungguh teman dunia yang amat menyenangkan. Sampai pada suatu titik aku
menyadari bahwa, semakin hari aku semakin futur, semakin jarang pergi kekajian
bahkan belakangan hati sama sekali tak tergerak untuk pergi.
Bukan lingkungan baruku yang
salah, akarku yang belum menghujam dalam hingga ketika angin lewat hampir-hampir
akar itu tercerabut keseluruhan. Sampai pada titik dimana aku merasa seperti
bonsai, hidup menua setiap detiknya, jangankan berbuah, karena tumbuhpun aku
tidak. Ini menyedihkan, cita-cita untuk menjadi manusia yang bermanfaat serasa
hanya bualan yang kubuat dengan penuh kemunafikan. Aku tidak boleh terus
seperti ini bukan, titik balik dalam hidupku, hijrah part 2 ku, kurasa ini
adalah waktunya.Tak akan aku lari menjauh, aku justru ingin merangkul mereka,
karena tak hanya didunia, akupun ingin bertemu mereka kelak di surga
Aku bersyukur karena belum
terlambat, aku tersadar sebelum akarku sungguh tak lagi mengait ditanah, aku
yang berpenampilan telah hijrah, seharusnya menjadi pelita untuk mereka
supaya mengikuti langkah yang sama,
namun aku justru tanpa sadar hampir-hampir kembali ketitik awal. Kini setelah
tersadar aku sungguh paham bahwa, tak bisa kau hanya menyemai benih, perlu kau
siram, beri pupuk serta kau jaga dari hama supaya benih yang kau semai dapat
berubah menjadi pohon yang syukur-syukur dapat berbuah. Point penting yang
kupelajari lagi bahwa, kau selalu membutuhkan seseorang yang akan terus
menguatkan imanmu, mengingatkan kefuturanmu, serta tak sekedar ingin tahu,
namun berusaha mengerti keadaanmu. Dan lagi, sungguh lingkungan pergaulanmu
sangatlah berpengaruh terhadap sikap dan perilakumu, berpegang teguhlah, jika
kau berada ditempat yang gelap sekarang, curigalah bahwa Allah mengirimmu
sebagai pelita disana.