Sabtu, 05 September 2015

Sedikit Tentang Psikologi Forensik





Sabtu, 05 September 2015
Kuliah Umum
Forensik Dalam Tatanan Teori dan Praktek Keprofesian Psikologi
Oleh
Dr. Reza Indragiri Amriel, ForPsych.


Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia terhadap lingkungan sekitar, sedangkan forensik ( saya ambil dari wikipedia bahasa indonesia )adalah ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses penegakkan keadilan melalui proses penerapan ilmu atau sains.
Atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa Psikologi Forensik adalah Psikologi Hukum.

Tidak hanya Psikologi Forensik, ada pula Akuntan Forensik, Kedokteran Gigi Forensik, Kimia Forensik, Psikiatri Forensik, Komputer Forensik dan lain-lain.

Ketika kita mempelajari Psikologi Forensik maka mau tidak mau kita harus mempelajari Hukum baik melalui bimbingan maupun belajar sendiri. Hukum bersifat teratur, taat azas, serta berdisiplin. Sedangkan Psikologi bersifat fleksibel. Itulah sebabnya akan sangat menyenangkan mempelajari Psikologi Forensik yang menggabungkan dua disiplin Ilmu yang dapat dikatakan bertolak belakang namun dalam proses penerapan hukum sangat dibutuhkan.

Ambil contoh ketika seseorang melakukan tindak pembunuhan maka keadaan Psikologi seseorang sangat menentukan jenis hukuman yang akan diberikan kepada terdakwa, disinilah seorang saksi ahli dalam hal ini seorang Psikolog Forensik memiliki peran penting.

Jika berbicara mengenai sebuah kasus tindak pidana maka yang menjadi subjek dari Psikologi Forensik adalah Pelaku, Korban, dan Penegak Hukum. Padahal dalam kenyataannya adapula kasus perdata yang memerlukan  Psikologi Forensik, misalnya dalam kasus hak asuh anak.

Contoh  :


Kasus Emon, Sukabumi. Pedofilia.



...Kata salah satu anak

“Emon maunya 20 ribu. Saya nggak mau. Terus dijanjiin 50 ribu. Jadi. Tapi baru bayar 30 ribu ...”

Korban ?

Ada transaksi dalam kasus ini, dan si anak mengetahui apa yang akan di lakukan Emon kepada dirinya setelah adanya kesepakatan, tidak ada unsur paksaan sama sekali. Jika demikian apakah si anak dapat dikatakan sebagai korban?

Dalam Undang-Undang  No 23 Tahun 2002 Pasal 81 tentang Perlindungan Anak  dinyatakan bahwa :

‘Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan , memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dengan denda paling bnyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp.60.000.000,00 (Enam puluh juta rupiah).’


Maka berdasarkan undang-undang diatas, si anak tetaplah korban.


...Kata Emon
“ Maunya teh dengan perempuan, tapi .......”

Pedofil?

Ketika ditanya mengapa Emon tertarik secara seksual kepada anak kecil dan bukannya kepada perempuan, Emon pun mengataka bahwa sebenarnya ia juga tertarik kepada perempuan hanya saja karena tidak ada perempuan yang mau dengan dirinya.
Jika demikian apakah Emon dapat disebut sebagai seorang Pedofil?


Pedofilia dibagi menjadi 2 jenis


1.  Pedofilia Predisposisional : Jenis pedofilia yang eksklusif, pengidap pedofilia jenis ini hanya memiliki ketertarikan seksual kepada anak-anak.

2.  Pedofilia Posisional : Pedofilia jenis ini adalah pedofilia yang terjadi karena keadaan.

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa Emon adalah seorang Pedofil meskipun ia masih memiliki ketertarikan kepada perempuan.



...Kata salah satu orangtua

“Anak saya tidak punya keluhan”

Kapan tanda-tanda muncul?


Jika seorang anak mengalami kekerasan seksual  maka akan muncul gejala-gejala traumatis, misalnya si anak menjadi takut ketika masuk ke kamar mandi, sering berteriak-teriak ketika tidur atau tidak mau menggunakan celana. Gejala-gejala seperti ini bisa langsung muncul setelah kejadian kekerasan tersebut terjadi, namun bisa juga gejala-gejala seperti ini akan muncul bertahun-tahun kemudian.


Inilah yang dinamakan Delay on set atau Kemunculan gejala yang tertunda.

Karena itu dalam kasus ini meskipun si korban saat ini tidak mengalami keluhan apapun ada kemungkinan di masa yang akan datang gejala ini baru akan timbul.


...Kata Masyarakat

“Pelaku harus dikebiri !”


Efektifkah ?

Tentu saja ini bukan pendapat dari seluruh masyarakat, ada pula yang berpendapat bahwa tindakan kebiri melanggar Hak Asasi Manusia. Namun jika dikatakan bahwa hal ini melanggar hak asasi manusia mari kita pikirkan kembali ! Adakah hukum yang tidak melanggar hak asasi manusia?

Ambil contoh seorang murid yang dihukum untuk berdiri di depan kelas oleh gurunya karena terlambat. Anak tersebut memiliki hak untuk duduk , memiliki hak untuk mengikuti pelajaran, memiliki hak untuk tidak dipermalukan, namun karena hukuman ketiga haknya tersebut terampas.

Jadi adakah hukum yang tidak melanggar hak asasi manusia? Tidak ada.

Pun jika ada yang menyatakan bahwa hukuman mati melanggar hak asasi manusia, maka itu adalah ungkapan yang utopis, karena pada kenyataannnya di dunia ini tidak ada hukum yang tidak melanggar hak asasi manusia.

Lalu hukuman seperti apa yang seharusnya diberikan kepada pelaku Pedofil?
Hukuman yang membuat jera pelakunya, hukuman yang juga dapat melindungi korban maupun calon korban.

Sejak tahun 60-an ada sekelompok orang yang merasa fokus sebuah kasus hanya pada pelaku bukan pada korban, padahal yang paling dirugikan dan paling membutuhkan perhatian khusus bukan hanya pelaku melainkan si korban pun demikian. Karena itu muncullah Victimologi yakni ilmu yang mempelajari tentang korban.

Victimologi berusaha membentuk hukum yang tidak hanya membuat jera pelaku namun juga memberikan perlindungan kepada korban dan calon korban.

Contoh cara yang dapat dilakukan misalnya setelah seorang pelaku kejahatan pedofil selesai menjalani masa kurungan, maka beri semacam tanda yang jika ada orang tua maupun anak kecil yang melihat, mereka tahu bahwa orang ini adalah mantan pelaku kejahatan pedofilia.

Sekian.




Kemarin saya mengikuti sebuah Kuliah Umum di kampus  tentang Psikologi Forensik, saya sangat bersyukur  mendapatkan pengalaman menjadi salah satu peserta Kuliah Umum yang narasumbernya adalah Dr. Reza Indragiri Amriel, ForPsych.  yang maunya di panggil Mas Reza.

Beliau adalah Master Psikologi Forensik pertama di Indonesia, cerita mengenai pengalaman masa kecil beliau ketika memutilasi belalang dan ratusan lalat, penembakan burung, serta penembakan kelelawar yang pada akhirnya membuat beliau taubat lalu oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala mas Reza di arahkan untuk sekolah dan belajar dengan sungguh-sungguh sangat menarik.

Ini adalah ringkasan dari apa yang telah saya dengar dan saya catat, lalu kemudian saya ketik disini, untuk berbagi apa yang telah saya dapat dari kuliah umum yang saya ikuti kemarin.  Saya juga mengharapkan adanya koreksi jika ada istilah-istilah yang mungkin salah atau jika ada hal-hal yang perlu di tambahkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar