Ini
tentang hujan yang membawa sembilu rindu, cerpen melepaskan tanpa pernah
memiliki. Terimakasihku untuk Allah, telah menurunkan hujan yang menginspirasiku
belajar menulis.
Selamat
menikmati cerpen galau tapi lucu pertama yang kuterbitkan disini
Disudut kamar, dari jendela kaca persegi dengan cat merah
disetiap sisinya, hanya dengan temaram cahaya dari luar jendela itulah Lail
termenung memandang hujan yang mulai turun. Terlihat olehnya sepasang merpati
yang bertengger diatap sebuah spanduk bergegas terbang menerabas rintik yang
mulai menderas, “semoga sarang mereka tidak jauh” batinnya.
Ada begitu banyak orang yang menyukai hujan, begitupun
Lail. Ia bergegas mengambil buku hariannya beserta pulpen dilaci. Dan Lail pun
mulai menulis
24
Maret
Hujan
mengingatkanku padamu, meski tak ada satupun kenangan dirimu yang berkaitan
dengan hujan namun tetesnya yang jatuh seakan bagai denting suaramu yang aku
rindu.
Aku
selalu sadar bahwa kecantikan fisik bukanlah segalanya, bahwa yang terpenting
adalah cantiknya hati, tapi tetap saja bersama dengan mereka yang cantik secara
fisik membuatku tak percaya diri untuk berdekatan denganmu. Aku takut, takut
perhatianmu yang biasa akan hilang berganti sibukmu untuk mendekati mereka.
Jika nyata seperti itu kau tak patut ada di hatiku, itu adalah filter. Namun
tetap saja aku merasa tidak siap, aku takut sakit hati, sama seperti takut
pahitnya pare karenanya seumur hidup aku tak pernah sekalipun mencoba
memakannya. Tapi kau bukan makanan yang bisa aku abaikan karena masih banyak
makanan lain yang rasanya lebih enak, kau hanya satu, tak terganti.
Jatuh
cintaku sungguh menyiksa, aku tak bisa berhenti berusaha menunjukkannya padamu
meski aku takut setengah mati kau akan tahu. Aku terus saja memimpikanmu,
memimpikan saat-saat bersamamu. Ini sungguh menyiksa, aku ingin perasaan ini
enyah saja. Kukira dengan tak melihatmu sama sekali akan membuat perasaanku
membaik, ternyata aku salah. Perasaanku justru memburuk, jadi makin tak
menentu, intensitas memimpikanmu meningkat, dan lamunan berikut senyum ketika
mengingat perlakuan manismu semakin menjadi-jadi.
Aku
harus bagaimana? Aku sungguh benci karena mencintaimu, kau seharusnya tak
pantas. Tapi bagaimana? Kau dipilih oleh hatiku, bukan aku yang memilihmu,
bahkan setelah aku tahu kau menyukai atau bahkan mencintai wanita lain
sekalipun
Aku
.. sungguh jatuh cinta sendirian bukan?! Tanpa kau merasakan hal yang sama,
tanpa kau tahu.
Aku
sungguh tak paham, mengapa rasanya seperti ini, terkadang tersenyum mengingatmu
bersamaan dengan tangis karena menyadari aku tersenyum sendiri, aku bahagia
sendiri mengingatnya tanpa kamu merasakan hal yang sama.
Aku
ingin melupakanmu saja, tak ingin sakit sendirian karena jatuh cinta sendirian.
Tapi semakin berusaha melupakan aku justru akan semakin mengingatmu. Karenanya
aku akan memeluknya erat, menerimanya dengan lapang dada, meski saat ini,
besok, besok, besok dan besoknya lagi masih akan tetap sakit tapi aku percaya
suatu saat perasaanku akan membaik dan jadi tidak apa-apa. Peluk eratku atas
perasaan ini adalah bentuk melepasku tanpa pernah memilikimu.
Itu adalah kalimat perpisahan Lail pada cinta sepihaknya,
ia memutuskan untuk menyerah, menerima bahwa ia jatuh cinta sendirian lalu
setelahnya ia merencanakan untuk bangkit sendirian pula. Tapi jika kalian membaca
langsung diary Lail maka kalian akan tertawa, karena tertulis banyak kalimat
perpisahan disana
Tanggal
8 Januari
Melupakanmu
Tanggal 2 februari
Aku
akan mengakhirinya sendiri
Tanggal
12 februari
Ini
akan jadi terakhir kalinya
Tanggal
23 maret
Aku
akan melupakanmu saja
Jadi jangan anggap serius kalimat perpisahan panjang
lebar dan mengharukan Lail tadi, karena bisa jadi besok ia akan menuliskan hal
yang serupa, tak persis sama namun dengan maksud perpisahan, lagi.