Cita-cita saya sampai saat ini sudah berubah beberapa kali. Inkonsisten ? Ya ! Saya akui. Tapi semuanya menyesuaikan kondisi yang saya alami sehingga mempengaruhi perubahan cita cita saya.
Cita cita pertama saya adalah menjadi seorang dokter. Kenapa
menjadi seorang dokter? Karena di kampung kelahiran saya hanya ada seorang bidan
saja, tidak ada dokter. Apabila kita sakit parah maka kita harus menempuh jarak
yang sangat jauh untuk sampai ke dokter. Itu cukup menyulitkan mengingat
transportasi dikampung masih sangat minim. Bayangkan saja, tidak ada angkutan
umum, yang ada hanyalah mobil truk besar yang lewat sesekali dalam sehari,
kalaupun ada mobil yang rutin datang setiap pagi, itu adalah sebuah mobil bak
terbuka pengantar anak sekolah yang memang sudah disewa secara khusus untuk
dipergunakan oleh anak-anak yang bersekolah ditingkat sekolah menengah pertama
dan sekolah menengah atas, yang jaraknyapun hampir sama jauhnya dengan tempat
praktik dokter.
Cita cita itu tetap bertahan sampai akhirnya saya pindah
dari kampung halaman tercinta ketempat tingggal saya yang sekarang. Kenapa
berubah? Itu karena disini ada banyak sekali dokter, klinik yang buka 24 jam pun
bertebaran dimana mana, karena itu cita-cita saya berubah. Perubahan cita-cita itu terjadi ketika saya kelas 2 SMP. Berubah menjadi apa? Presiden.
Ya, presiden! Saya ingin menjadi seorang presiden. Kenapa?
Saya termasuk anak yang suka menonton acara berita di televisi, kesemrawutan
negara, ketidakadilan hukum, kasus korupsi yang merajalela, ditambah sistem
pendidikan yang menurut saya sebagai seorang pelajar pada kala itu merasa ada yang salah.
Saya tidak suka ketika menjelang Ujian Nasional tiba saya diberikan
tugas yang sangat menumpuk oleh hampir semua guru pada semua mata pelajaran. Saya tidak suka jika ada oknum guru atau petugas sekolah merokok diarea
sekolah. Saya tidak suka keharusan murid membeli buku LKS yang memberatkan
sebagian orangtua murid, khususnya yang kurang mampu. Dan yang paling tidak masuk
diakal saya adalah kegiatan Masa Orientasi Siswa yang harus diikuti oleh semua
murid baru disekolah, entah itu Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah
Menengah Atas. Bahkan murid Sekolah Dasar pun sekarang diharuskan mengikuti
MOS.
Yang tidak saya suka dari MOS adalah isi dari acara tersebut yang
membuat saya berpikir ‘dimana nilai pendidikannya??’ Ini pengalaman saya, saya
beserta murid-murid baru diharuskan menggunakan kaus kaki beda warna antara
kiri dan kanan, menguncir ramput dengan pita dari sedotan sebanyak tanggal
lahir, menggunakan topi dari baskom. Itu baru atribut yang harus dikenakan,
belum lagi ketika sampai disana kita diharuskan melakukan sesuatu yang menurut
saya sama sekali tidak ada nilai pendidikannya.
Jalan jongkok, menceburkan diri kedalam sungai yang keruh
dengan tambahan muka diolesi lumpur, waktu untuk sholat dihitung, kakak kelas
yang bertugas sebagai panitia MOS bukan bersikap manis justru galak dan
menindas, tak segan pula membentak. Jadi acara MOS itu dimana nilai pendidikannya??
Kala itu saya berpikir bahwa jika saya menjadi presiden saya
akan bisa membenahi semuanya dengan mudah, dengan sangat mudah. Namun sekarang
dengan kesadaran yang tinggi saya tahu itu tidak mudah, bahkan sangat tidak
mudah.
Ketika menginjak bangku Sekolah Menengah Atas saya kemudian merencanakan langkah –langkah
untuk menggapai cita-cita saya ini.
Langkah pertama tentu lulus SMA, kemudian melanjutkan ke
perguruan Tinggi Negri mengambil jurusan
Hubungan Internasional, setelah lulus meniti karir menjadi seorang Duta Besar
lantas setelah tercapai keinginan menjadi Duta Besar saya akan kembali ke
Indonesia dan mulai terjun kedunia politik guna mencapai cita-cita menjadi
presiden. Untuk menjadi presiden saya harus mempunyai tunggangan, yakni sebuah
partai politik. Kalaupun tidak, maka jika kelak ada undang-undang yang tidak
mengharuskan calon presiden berasal dari partai politik alias independen, maka
saya akan menjadi orang pertama yang mencalonkan diri menjadi capres independen
terebut. Saya bahkan telah menargetkan tahun dimana saya berharap pada tahun
tersebut cita-cita saya menjadi presiden dapat terlaksana. 2035.
Tapi rencana tinggal rencana, Allah berketentuan lain ..
saya tidak lolos SNMPTN, sebenarnya masih ada kesempatan untuk mengikuti SBMPTN,
tapi percuma .. tak ada biaya bahkan hanya untuk membayar registrasi sebesar
250 ribu. Kalaupun dikesempatan pertama saya lulus SNMPTN maka bisa dipastikan
itu tidak akan saya ambil.
Dan disinilah saya sekarang, menjadi seorang buruh pabrik
dengan predikat karyawan tetap. Alhamdulillah .. Allah melancarkan jalan saya,
setelah lulus SMA saya beserta beberapa teman sekelas mengikuti pelatihan kerja
di sebuah lembaga pelatihan kerja milik pemerintah secara gratis selama satu
setengah bulan, setelah selesai masa pelatihan saya mengirimkan beberapa surat
lamaran kerja entah itu secara langsung dengan mendatangi pabrik-pabrik dikawasan
indutri dekat tempat tinggal saya maupun mengirimkan lamaran kerja saya melalui
kantor pos.
Dua minggu setelah mengirimkan lamaran, saya mendapatkan
panggilan untuk mengikuti tes di sebuah pabrik, berjalan sampai tahap wawancara
, dan tepat pada tanggal 14 Agustus 2013 saya resmi bekerja di pabrik tersebut secara
kontrak selama tiga bulan.
Tiga bulan berjalan lancar dengan sedikit air mata, namun
saya bertahan dan mendapat seragam kerja serba putih, itu pertanda bahwa saya
telah resmi diangkat menjadi karyawan tetap di pabrik tersebut.
’ Maka nikmat
Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan’. Meski cita-cita saya sedikit
terhambat dengan keharusan bekerja terlebih dahulu saya tetap semangat dan
tetap menjaga semangat saya untuk melanjutkan pendidikan saya.
Hingga kesempatan itu tiba, saya bisa bekerja sambil kuliah
dihari minggu. Saya ambil kesempatan itu . Namun hanya berjalan 2 bulan sampai
pada akhirnya saya ditegur oleh atasan yang mengatakan saya diperbolehkan untuk
kuliah asal jangan menganggu pekerjaan saya meskipun itu dihari minggu, karena
meskipun itu hari minggu, hari dimana kita bekerja lembur dan tidak ada kewajiban
untuk masuk kerja, mereka tetap membutuhkan tenaga saya.
Saya berhenti kuliah.
Akhir tahun saya mendapatkan kabar dari seorang teman
sekelas ketika SMA, dia telah hijrah. Hijrah dalam segi pakaian, dan
perilaku. Sungguh, sayapun ingin berpakaian syar’i, pakaian yang sesuai dengan
syariat, bahkan semenjak masih SMA ketika sekilas melihat seorang kakak alumni yang berpakain syar'i, pakaian sederhana nan cantik.
Saya bulatkan tekad, tekad untuk berhijrah serta tekad untuk tetap
istiqomah. Dan seperti inilah saya sekarang, berpakaian syar’i serta berusaha
menjaga pergaulan dengan lawan jenis, berusaha lebih banyak mendengar siaran
kajian dibanding menonton televisi, lebih banyak mengoleksi buku ilmu
pengetahuan baik umum maupun agama, serta berusaha berteman dengan teman-teman
yang semoga jika Allah izinkan kelak kami akan dipertemukan kembali didalam
Jannah-Nya.
Akhir tahun 2013 hingga sekarang menjelang pertengahan 2015. Diwaktu yang masih sangat singkat ini, dan entah masih ada waktu lagi atau
tidak dimasa depan karena hanya Allah yang mengetahui tentang hari esok, saya
berharap dan telah bertekad tetap istiqomah.
Dan inilah saat dimana cita-cita saya berubah. InsyaAllah
untuk yang terakhir kalinya. Saya ingin mendapat kesempatan memasuki surga
Allah dengan menjadi istri yang sholihah.
Mengenal jalan indah ini, membuat saya memahami bahwa tujuan
hidup ini adalah menghamba kepada Allah sebagai Dzat yang telah menciptakan
saya. ‘Saya dengar dan saya taat’ itulah yang seharusnya dilakukan seorang
hamba.
Cita-cita saya memang telah berubah, tapi semangat saya
untuk melanjutkan pendidikan tidak pernah redup, awal tahun ini saya mengikuti
seleksi masuk ke sebuah Peguruan Tinggi Swasta pada gelombang pertama. Awalnya
saya sedikit bingung menentukan jurusan yang akan saya ambil karena tidak ada
jurusan yang benar-benar sesuai dengan
minat saya.
Setelah berkonsultasi dengan kenalan yang saya anggap bisa
memberi saya nasihat dan merenung panjang setelahnya serta berdoa kepada Allah
tentunya, saya mantap mengambil jurusan Psikologi.
Meski kelak setelah menjadi seorang istri saya tidak bekerja
di luar dan menjadi ibu rumah tangga, maka ilmu saya akan tetap terpakai untuk merawat serta
mendidik anak-anak saya kelak dimasa depan.
Saat ini adalah masa menunggu bagi saya, setelah dinyatakan
lulus seleksi, sesuai rencana dari pihak kampus, OSPEK akan diadakan akhir
bulan Agustus dan perkuliahan akan dimulai pada bulan September.
Ini tidak akan menjadi mudah, saya tahu itu sejak awal,
mengingat saya juga bekerja hampir setiap hari, sedangkan kegiatan perkuliahan
akan dilaksanan setiap hari senin sampai Jum’at. Tapi saya tidak akan menyerah,
saya pasti bisa. Modal saya adalah berdoa kepada Allah dengan meluruskan niat
kuliah untuk mendapatkan ilmu bukan gelar serta doa dari orangtua yang
InsyaAllah ampuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar