Selasa 17 Desember 2014
Begitu banyak hal
terlewat namun tak pernah ku catat, hanya ingatan tentang kejadian yang begitu
membekas saja yang tetap tersisa dan terkadang berputar seperti sebuah kaset yang
di putar .. Maha Hebat Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan otak yang ada di
balik tempurung kepalaku ini .. entah di otak manusia yang lain seperti ini
atau tidak yang pasti secara otomatis otakku akan menghapus kejadian-kejadian
yang tak begitu perlu untuk diingat.
Seperti
hari ini, aku ingat kejadian di angkot beberapa bulan yang lalu, pemandangan
yang sangat membuatku iri namun bagi sebagian besar orang akan terlihat sangat
wajar.
Seorang
ayah yang menggendong putranya yang masih balita, anak itu sudah bukan bayi
lagi, nampak terlalu besar untuk di gendong dengan posisi seperti bayi, dengan
sangat telaten sang ayah menyeka keringat dari dahi si anak. Ya, udara cukup
panas di musim kemarau saat itu. Anak kecil sangat mudah rewel. Meski sedang
tertidur, namun jika ia merasa tidak nyaman maka dia akan merengek.
Aku
sungguh iri, hampir saja aku menangis terharu dengan memalukan didalam angkot
yang cukup sesak itu. Dan ya, kemarin pagi aku melihat pemandangan yang hampir
serupa namun berbeda.
Seorang
kakek tua, lebih tua dari nenekku, aku tahu dari caranya menutup mulut
gigi-giginya telah tanggal. Pagi itu sekitar pukul enam pagi, aku berdiri di
gang rumahku, menunggu sahabat yang akan aku repotkan untuk mengangkutku ke
tempatku bekerja.
Pakaiannya
bersih meski agak lusuh, di samping kirinya ada anak kecil berumur sekitar 7
tahun. Anak kecil yang telah lebih dari mampu untuk berjalan sendiri, namun
tetap saja sang kakek menggenggam pergelangan tangan anak tersebut begitu erat,
nampak enggan sekali untuk melepaskan .. aku memperhatikan genggaman tangan
kakek tersebut, genggangam ingin melindungi.
Aiih,
lihatlah dipunggung sebelah kanan si kakek, nampak bertengger karung hasil
pulungan mereka pagi itu yang aduuh berat nian bagi punggung rentanya.
Berbeda
bukan ?!
Kesamaannya adalah
sama-sama membuatku ingin menitikkan air mata. Betapa kasih sayang si bapak dan
si kakek itu begitu nyata. Kasih sayang yang tak perlu di ucap dengan kata,
atau di tulis di media tulis apapun. Bentuk kasih sayang yang sungguh di
wujudkan lewat perbuatan, lewat cara dan sikap yang sungguh membuatku terharu.
Tindakan sepele serta di anggap kecil terhadap orang yang disayangi namun
justru melalui tindakan tersebutlah kebesaran cinta dan kasih sayang mereka
terlihat begitu nyata.
Bicara
soal cinta dan kasih sayang yang nyata, maka cinta dan kasih sayang nenekku
padaku juga sangat nyata.
Usiaku
masih dibawah 7 tahun kala itu, sebelum usia 13 tahun aku tinggal di sebuah
dusun kecil yang seluruh warganya saling mengenal satu sama lain. Tidak bisa
dibilang terpencil karena akses jalan cukup memadai serta fasilitas yang sudah
cukup mumpuni, mulai dari puskesmas, balai rakyat, sekolah, dan pasar yang
semuanya ada di pusat desa, dan untuk sampai disana hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam dengan
berjalan kaki. Warga di tempat tinggalku dulu terbisa berjalan kaki untuk
bepergian antar dusun. Tak ada warga miskin yang kelaparan karena seluruhnya
memiliki kebun untuk bercocok tanam, entah itu kebun sendiri atau kebun yang hanya
dipinjamkan oleh pemerintah guna dimanfaatkan tanpa hak kepemilikan.
Kejadian
yang sungguh membekas itu terjadi pagi buta selepas subuh sekitar pukul lima
waktu Indonesia bagian tengah. Nenekku menggendongku dipunggungnya menggunakan
kain, aku demam tinggi, tak bisa jika hanya ke puskesmas pikir nenekku, anak
ini harus dibawa ke dokter.
Di
puskesmas desa hanya ada bidan, tak ada dokter, jika benar-benar membutuhkan
dokter maka warga harus bejalan kaki sangat jauh, sekitar 3 jam. Tak hanya jauh
, rutenya pun naik turun. Itu karena desa kami memang terletak di daerah
pegunungan, jarang ada warga yang berjalan kaki kesana .. sebagian besar akan
membayar jasa tukang ojek atau naik mobil bak terbuka yang menuju pasar di
kecamatan, jika ada maka mereka juga bisa menumpang truk yang lewat .. namun
itupun sangat jarang.
Di pagi buta itu nenekku berbeda dari
kebanyakan warga, nenekku tak punya cukup uang untuk naik ojek atau mobil bak
terbuka, kalaupun ada truk maka sudah dapat dipastikan nenekku tak akan naik . Beliau mabuk kendaraan.
Nenekku
berjalan kaki sambil menggendongku melewati tempat yang dulunya hutan dengan
pohon-pohon pinus besar namun sekarang telah berganti menjadi kebun singkong,
jagung, kacang tanah, dan tanaman-tanaman lain yang aku yakin akarnya tak cukup
kuat untuk menjaga tanah tetap stabil. Praktik illegal loging menjamur disana ,
hampir semua pohon pinus telah lenyap, semoga Allah tetap menjaga daerah
pegunungan itu dari longsor.
Jalan
yang nenekku lewati bukanlah jalan yang mudah tentunya, jika jalan rayanya saja
naik turun apalagi jalan di hutan, tak hanya naik turun namun juga licin karena
embun, tak hanya licin namun peneranganpun tak ada. Itu pagi buta pukul lima ..
nenekku tak membawa penerangan, namun beliau cukup hafal jalan yang dilewatinya
matahari perlahan namun pastipun menyingsing.
Dan
dengan penuh perjuangan, tanpa sendal, melewati hutan, pakaian basah oleh
keringat dan embun, beban berat dipunggung, nenekku sampai .. Pagi itu, atas
izin dan kuasa Allah Subhanahu Wa Ta’ala nenek menyelamatkan nyawaku dengan
perjuangan yang sungguh nyata.
Sampai
saat ini, setiap kesal pada nenek maka aku akan mengingat kejadian itu, lalu
pudarlah seluruh kekesalan itu .. tak akan sebanding semua tingkah nenek yang membuatku
kesal dengan pengorbanan nenek, pun tak akan sebanding semua yang telah dan
akan ku lakukan .. dengan pengorbanan nenek.
Mari
renungkan indahnya kasih sayang yang tumbuh karena Allah, bukan cinta dan kasih
sayang antara pemuda dan pemudi yang tertipu dengan hubungan yang mereka sebut
pacaran namun notabene adalah tipu daya syaitan, namun cinta dan kasih sayang
orang tua terhadap titipan Allah yang sungguh sangat berharga, yang apabila
diperlukan mereka akan bersedia menukar nyawa demi titipan tersebut. Ya ..
Anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar