Minggu, 21 Desember 2014

True Love


Selasa 17 Desember 2014

Begitu banyak hal terlewat namun tak pernah ku catat, hanya ingatan tentang kejadian yang begitu membekas saja yang tetap tersisa dan terkadang berputar seperti sebuah kaset yang di putar .. Maha Hebat Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan otak yang ada di balik tempurung kepalaku ini .. entah di otak manusia yang lain seperti ini atau tidak yang pasti secara otomatis otakku akan menghapus kejadian-kejadian yang tak begitu perlu untuk diingat.

            Seperti hari ini, aku ingat kejadian di angkot beberapa bulan yang lalu, pemandangan yang sangat membuatku iri namun bagi sebagian besar orang akan terlihat sangat wajar.

            Seorang ayah yang menggendong putranya yang masih balita, anak itu sudah bukan bayi lagi, nampak terlalu besar untuk di gendong dengan posisi seperti bayi, dengan sangat telaten sang ayah menyeka keringat dari dahi si anak. Ya, udara cukup panas di musim kemarau saat itu. Anak kecil sangat mudah rewel. Meski sedang tertidur, namun jika ia merasa tidak nyaman maka dia akan merengek.

            Aku sungguh iri, hampir saja aku menangis terharu dengan memalukan didalam angkot yang cukup sesak itu. Dan ya, kemarin pagi aku melihat pemandangan yang hampir serupa namun berbeda.

            Seorang kakek tua, lebih tua dari nenekku, aku tahu dari caranya menutup mulut gigi-giginya telah tanggal. Pagi itu sekitar pukul enam pagi, aku berdiri di gang rumahku, menunggu sahabat yang akan aku repotkan untuk mengangkutku ke tempatku bekerja.

            Pakaiannya bersih meski agak lusuh, di samping kirinya ada anak kecil berumur sekitar 7 tahun. Anak kecil yang telah lebih dari mampu untuk berjalan sendiri, namun tetap saja sang kakek menggenggam pergelangan tangan anak tersebut begitu erat, nampak enggan sekali untuk melepaskan .. aku memperhatikan genggaman tangan kakek tersebut, genggangam ingin melindungi.

            Aiih, lihatlah dipunggung sebelah kanan si kakek, nampak bertengger karung hasil pulungan mereka pagi itu yang aduuh berat nian bagi punggung rentanya.

            Berbeda bukan ?!

Kesamaannya adalah sama-sama membuatku ingin menitikkan air mata. Betapa kasih sayang si bapak dan si kakek itu begitu nyata. Kasih sayang yang tak perlu di ucap dengan kata, atau di tulis di media tulis apapun. Bentuk kasih sayang yang sungguh di wujudkan lewat perbuatan, lewat cara dan sikap yang sungguh membuatku terharu. Tindakan sepele serta di anggap kecil terhadap orang yang disayangi namun justru melalui tindakan tersebutlah kebesaran cinta dan kasih sayang mereka terlihat begitu nyata.

            Bicara soal cinta dan kasih sayang yang nyata, maka cinta dan kasih sayang nenekku padaku juga sangat nyata.

            Usiaku masih dibawah 7 tahun kala itu, sebelum usia 13 tahun aku tinggal di sebuah dusun kecil yang seluruh warganya saling mengenal satu sama lain. Tidak bisa dibilang terpencil karena akses jalan cukup memadai serta fasilitas yang sudah cukup mumpuni, mulai dari puskesmas, balai rakyat, sekolah, dan pasar yang semuanya ada di pusat desa, dan untuk sampai disana  hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam dengan berjalan kaki. Warga di tempat tinggalku dulu terbisa berjalan kaki untuk bepergian antar dusun. Tak ada warga miskin yang kelaparan karena seluruhnya memiliki kebun untuk bercocok tanam, entah itu kebun sendiri atau kebun yang hanya dipinjamkan oleh pemerintah guna dimanfaatkan tanpa hak kepemilikan.

            Kejadian yang sungguh membekas itu terjadi pagi buta selepas subuh sekitar pukul lima waktu Indonesia bagian tengah. Nenekku menggendongku dipunggungnya menggunakan kain, aku demam tinggi, tak bisa jika hanya ke puskesmas pikir nenekku, anak ini harus dibawa ke dokter.

            Di puskesmas desa hanya ada bidan, tak ada dokter, jika benar-benar membutuhkan dokter maka warga harus bejalan kaki sangat jauh, sekitar 3 jam. Tak hanya jauh , rutenya pun naik turun. Itu karena desa kami memang terletak di daerah pegunungan, jarang ada warga yang berjalan kaki kesana .. sebagian besar akan membayar jasa tukang ojek atau naik mobil bak terbuka yang menuju pasar di kecamatan, jika ada maka mereka juga bisa menumpang truk yang lewat .. namun itupun sangat jarang.

 Di pagi buta itu nenekku berbeda dari kebanyakan warga, nenekku tak punya cukup uang untuk naik ojek atau mobil bak terbuka, kalaupun ada truk maka sudah dapat dipastikan nenekku tak akan naik . Beliau mabuk kendaraan.

            Nenekku berjalan kaki sambil menggendongku melewati tempat yang dulunya hutan dengan pohon-pohon pinus besar namun sekarang telah berganti menjadi kebun singkong, jagung, kacang tanah, dan tanaman-tanaman lain yang aku yakin akarnya tak cukup kuat untuk menjaga tanah tetap stabil. Praktik illegal loging menjamur disana , hampir semua pohon pinus telah lenyap, semoga Allah tetap menjaga daerah pegunungan itu dari longsor.

            Jalan yang nenekku lewati bukanlah jalan yang mudah tentunya, jika jalan rayanya saja naik turun apalagi jalan di hutan, tak hanya naik turun namun juga licin karena embun, tak hanya licin namun peneranganpun tak ada. Itu pagi buta pukul lima .. nenekku tak membawa penerangan, namun beliau cukup hafal jalan yang dilewatinya matahari perlahan namun pastipun menyingsing.

            Dan dengan penuh perjuangan, tanpa sendal, melewati hutan, pakaian basah oleh keringat dan embun, beban berat dipunggung, nenekku sampai .. Pagi itu, atas izin dan kuasa Allah Subhanahu Wa Ta’ala nenek menyelamatkan nyawaku dengan perjuangan yang sungguh nyata.

            Sampai saat ini, setiap kesal pada nenek maka aku akan mengingat kejadian itu, lalu pudarlah seluruh kekesalan itu .. tak akan sebanding semua tingkah nenek yang membuatku kesal dengan pengorbanan nenek, pun tak akan sebanding semua yang telah dan akan ku lakukan .. dengan pengorbanan nenek.


            Mari renungkan indahnya kasih sayang yang tumbuh karena Allah, bukan cinta dan kasih sayang antara pemuda dan pemudi yang tertipu dengan hubungan yang mereka sebut pacaran namun notabene adalah tipu daya syaitan, namun cinta dan kasih sayang orang tua terhadap titipan Allah yang sungguh sangat berharga, yang apabila diperlukan mereka akan bersedia menukar nyawa demi titipan tersebut. Ya .. Anak.