Senin, 13 Februari 2017

M A S A - M A S A

            Akan selalu ada kisah menarik serta kenangan yang takkan terlupa dalam tiap fase kehidupan manusia. Aku juga merasakannya.



S E K O L A H  D A S A R



Masa-masa yang tanpa beban, dimana setiap hari yang kulakukan hanya 'sekolah, main, ngaji'. Setiap hari seperti itu dan hanya itu. Ketidakhadiran ibu bapak seolah tak berarti apapun, nenek saja rasanya cukup kala itu. Kesukaaanku membaca tumbuh dari masa ini, ada satu buku yang masih kuingat hingga kini, buku yang kupinjam dari sebuah lemari kaca diruang guru, sampul hijau dengan gambar seekor ikan dengan judul “Aku Ingin Hidup 1000 Tahun Lagi”. Dimasa ini pula pertama kalinya aku memiliki seekor kucing, namanya belang, karena terlalu sering dipanggil cayang, akhirnya namanya ku ganti cayang. Kucing jantan yang gemuk dan lucu. Ketika akhirnya keluargaku memutuskan untuk pindah ke Jakarta, saat itu pula kebersamaanku dengannya berakhir.





S E K O L A H  M E N E N G A H  P E R T A M A



            Masa-masa SMP adalah masa dimana aku yang baru pindah dari kampung mulai sedikit mengenal pinggiran Jakarta, dari SMP aku mengenal banyak orang, teman, bahkan sahabat yang sampai sekarang masih saling sapa, main bersama, serta bertukar pikiran tentang hidup bersama pula.



S E K O L A H  M E N E N G A H  A T A S



            Masa-masa SMA, masa penuh cita-cita dan harapan tentang masa depan, membuat berbagai rencana untuk menyambut masa dewasa. Bolak-balik perpustakaan sekolah untuk meminjam banyak buku yang kebanyakan justru novel, kumpulan puisi atau prosa dan biografi tokoh-tokoh, rasa-rasanya aku sangat jarang meminjam buku yang ada hubungannya dengan pelajaran. Pernah sekali menghilangkan, dan ketika hendak mengganti uang ternyata ada adik kelas yang menemukan. Masa dimana hampir setiap pelajaran fisika aku dipanggil kedepan untuk mengerjakan dan seingatku tak pernah satu kalipun aku sukses menjawabnya.



K E R J A


            Masa-masa Kerja, masa dimana aku belajar tentang susahnya mencari uang, menangis karena diomeli atasan, merasakan bahagianya ketika pertama kali memegang uang hasil keringatku sendiri, masa dimana aku menyadari bahwa dunia orang dewasa tak ubahnya seperti dunia anak-anak. Bertengkar, saling membicarakan satu sama lain, aah. Bahkan dunia anak-anak jauh lebih baik dengan kejujuran dan kepolosannya dibanding dunia orang dewasa yang penuh dengan kepura-puraan. Meski begitu tempat ini pula yang membuatku sedikit demi sedikit menjadi dewasa, dengan memahami bahwa setiap orang berbeda, setiap orang memiliki kepribadian yang unik, memahami bahwa idealismeku tidak bisa terus menerus aku pertahankan, realitas yang ada sulit untuk dilawan, jadi terkadang aku harus mengalah. Disini pula aku belajar untuk saling menguatkan satu sama lain, belajar bahwa keluarga bisa terbentuk meski tanpa adanya hubungan darah sekalipun, kebersamaan yang setiap hari ada sudah lebih dari cukup untuk menjadikan kita sebuah keluarga.



K U L I A H



            Masa-masa Kuliah, ini masa yang sedang kunikmati sekarang. Masa dimana aku bertemu dengan mereka, teman-teman sekelasku yang sangat menyenangkan. Mereka mengenalkanku pada banyak hal, terutama tentang arti persahabatan, tentang bagaimana caranya menikmati kuliah sehingga yang menjadi fokusku tidak hanya pada nilai saja. Mereka adalah orang-orang gila yang jika sudah melakukan pertunjukkan gilanya maka aku akan kesulitan untuk berhenti tertawa. Mereka sangat setia kawan, jika ada satu yang mengalami kesulitan maka tangan yang lain akan dengan ringan terulur. Meski mereka gila, tapi ada kalanya diskusi dengan mereka juga terasa menyenangkan, selalu diselingi canda namun tetap ada pelajaran yang membekas, contoh ketika diskusi psikologi sosial, aku sungguh ingin mengulanginya, atau ketika diskusi di sayap kanan lobby kampus, itu pertama kalinya aku mulai mendekat dan akhirnya sekarang bergabung dengan mereka.



            Aku yang jarang pergi kemana-kemana, dengan menggebu mengajak mereka ke monas. Ya, monas. Monas yang sangat ikonik itu saja belum pernah aku datangi. Dengan sangat baik hati mereka menemaniku kesana, bersepuluh kita naik kereta, mereka bilang bahwa hari itu adalah “Anifah Day”. Aku tak pernah tidak tersenyum ketika kembali membuka album foto yang kuberi nama “Trip to Monas”. Makan es cream di stasiun, naik mobil tingkat gratis, sholat di Istiqlal, antri naik ke atas monas, pulang terlalu malam sampai parkiran motor tutup, balik lagi ke stasiun ditengah perjalanan pulang karena ada teman yang terlupa (maaf yas, ren), dan akhirnya makan nasi uduk sebelum benar-benar pulang.



            Yang baru-baru ini kami lakukan bersama adalah mengadakan acara gathering kelas, touring menggunakan motor ke Bogor, acara yang sangat menyenangkan. Itu sungguh pertama kalinya aku pergi jauh menggunakan motor, hujan dalam perjalanan berangkat sama sekali tidak membuat ingin pulang. Kalian tahu? Ternyata mereka, pria-pria dikelasku jago memasak, dari acara ini aku mulai menyadari bahwa mereka adalah pria-pria baik meski ketika bercanda kadang membuat dahiku berkerut, atau mungkin aku saja yang terlalu kaku? Entahlah. Yang pasti mereka tipe yang bertanggung jawab dan tidak akan tega membuat anak perempuan kesusahaan. Satu yang selalu aku semogakan, semoga mereka bukan pecinta sesama jenis.
Perjalanan pulang juga tak kalah menyenangkan, meski rasanya aku sangat ngantuk, penyebabnya? Kurasa angin. Kalian tahu apa obat ngantuk paling mujarab selain makan? Menyanyi, aku menyanyikan semua sountrack lagu kartun sewaktu aku masih anak-anak sepanjang perjalanan pulang, tak absen lagu lain pula, tapi yang paling enak untuk dinyanyikan menurutku cuma satu, sountrack kartun chibi marukochan. “hal yang menyenangkan hati banyak sekali bahkan kalau kita bermimpi, sekarang ganti baju gar menarik hati ayo kita mencari temaaaaan ...”




            Selain jalan-jalan yang pada dasarnya hanya untuk bersenang-senang anak-anak kelasku juga secara rutin mengadakan acara bakti sosial tiap semesternya, acara pertama aku hanya ikut melakukan penggalangan dana, acara kedua aku benar-benar terjun langsung, dan kalian tahu bagaimana rasanya? Sangat-sangat menyenangkan, mulai dari rapat dengan ketua yang galak tapi tegas, mempersiapkan barang-barang yang akan kita sumbangkan, hingga dihari H kita bertemu serta berbagi dengan anak-anak yang membutuhkan itu. Melakukan acara bakti sosial ini rasanya seperti  melakukan pengabdian masyarakat yang nyata, the real mahasiswa menurutku ya yang begini, yang melakukan tindakan nyata untuk lingkungan sekitar, bukan hanya fokus untuk mengejar nilai yang pada akhirnya tidak akan memberikan pelajaran tentang hidup yang nyata padamu.




            Yang sayang untuk tidak diceritakan adalah acara ketika kita ke pasar malam setelah acara bakti sosial. Lagi-lagi itu pertama kalinya aku ke pasar malam, naik kora-koraan sama Rere, naik itu entah aku harus menyebutnya apa, sepedakah? Tapi rodanya banyak, odong-odongkah? Pokoknya itu deh yang ada di foto. Melambaikan tangan pada orang-orang yang tidak dikenal, aku benar-benar kehilangan rasa malu waktu itu, tapi aku tidak malu. Teriak-teriakan karena yang mengayuh entah kenapa kurang profesional, atau jangan-jangan benar kata abang-abang yang menyewakan benda itu bahwa akunya saja yang terlalu gendut? Tidak mungkin, itu pasti karena pengayuh sepedanya yang sedikit payah. Sampai dirumah aku baru makan, laparku karena belum makan seketika hilang berganti canda dan tawa bersama mereka.

            Masa-masa menyenangkan ini pasti akan berlalu dan berganti dengan masa-masa yang lain dimasa depan, namun kenangan tentangnya sungguh akan menetap dihati. Banyaknya foto kebersamaan kita yang tersimpan rapi kurasa cukup menjadi pengingat akan hari-hari yang sudah kita lewati bersama. Bukankah hanya ada satu tempat dimana waktu berhenti dan kenanganpun akan kembali berputar? Pada sebuah foto.

            
Aku sungguh bersyukur kepada Allah karena dipertemukan dengan kalian, terimakasih sudah menjadi teman-teman Anifah.