Akan selalu
ada kisah menarik serta kenangan yang takkan terlupa dalam tiap fase kehidupan
manusia. Aku juga merasakannya.
S E K O L A H D A S A R
Masa-masa yang tanpa beban, dimana setiap hari yang
kulakukan hanya 'sekolah, main, ngaji'. Setiap hari seperti itu dan hanya itu. Ketidakhadiran ibu
bapak seolah tak berarti apapun, nenek saja rasanya cukup kala itu. Kesukaaanku
membaca tumbuh dari masa ini, ada satu buku yang masih kuingat hingga kini,
buku yang kupinjam dari sebuah lemari kaca diruang guru, sampul hijau dengan
gambar seekor ikan dengan judul “Aku Ingin Hidup 1000 Tahun Lagi”. Dimasa ini
pula pertama kalinya aku memiliki seekor kucing, namanya belang, karena terlalu
sering dipanggil cayang, akhirnya namanya ku ganti cayang. Kucing jantan yang gemuk
dan lucu. Ketika akhirnya keluargaku memutuskan untuk pindah ke Jakarta, saat itu pula
kebersamaanku dengannya berakhir.
S E K O L A H M E N E N G A H P E R T A M A
Masa-masa
SMP adalah masa dimana aku yang baru pindah dari kampung mulai sedikit mengenal
pinggiran Jakarta, dari SMP aku mengenal banyak orang, teman, bahkan sahabat
yang sampai sekarang masih saling sapa, main bersama, serta bertukar pikiran
tentang hidup bersama pula.
S E K O L A H M E N E N G A H A T A S
Masa-masa
SMA, masa penuh cita-cita dan harapan tentang masa depan, membuat berbagai rencana untuk menyambut masa dewasa. Bolak-balik
perpustakaan sekolah untuk meminjam banyak buku yang kebanyakan justru novel,
kumpulan puisi atau prosa dan biografi tokoh-tokoh, rasa-rasanya aku sangat jarang
meminjam buku yang ada hubungannya dengan pelajaran. Pernah sekali
menghilangkan, dan ketika hendak mengganti uang ternyata ada adik kelas yang
menemukan. Masa dimana hampir setiap pelajaran fisika aku dipanggil kedepan untuk
mengerjakan dan seingatku tak pernah satu kalipun aku sukses menjawabnya.
K E R J A
Masa-masa
Kerja, masa dimana aku belajar tentang susahnya mencari uang, menangis karena
diomeli atasan, merasakan bahagianya ketika pertama kali memegang uang hasil
keringatku sendiri, masa dimana aku menyadari bahwa dunia orang dewasa tak
ubahnya seperti dunia anak-anak. Bertengkar, saling membicarakan satu sama
lain, aah. Bahkan dunia anak-anak jauh lebih baik dengan kejujuran dan
kepolosannya dibanding dunia orang dewasa yang penuh dengan kepura-puraan. Meski
begitu tempat ini pula yang membuatku sedikit demi sedikit menjadi dewasa,
dengan memahami bahwa setiap orang berbeda, setiap orang memiliki kepribadian
yang unik, memahami bahwa idealismeku tidak bisa terus menerus aku pertahankan,
realitas yang ada sulit untuk dilawan, jadi terkadang aku harus mengalah. Disini
pula aku belajar untuk saling menguatkan satu sama lain, belajar bahwa keluarga
bisa terbentuk meski tanpa adanya hubungan darah sekalipun, kebersamaan yang
setiap hari ada sudah lebih dari cukup untuk menjadikan kita sebuah keluarga.
K U L I A H
Masa-masa
Kuliah, ini masa yang sedang kunikmati sekarang. Masa dimana aku bertemu dengan
mereka, teman-teman sekelasku yang sangat menyenangkan. Mereka mengenalkanku
pada banyak hal, terutama tentang arti persahabatan, tentang bagaimana caranya
menikmati kuliah sehingga yang menjadi fokusku tidak hanya pada nilai saja. Mereka
adalah orang-orang gila yang jika sudah melakukan pertunjukkan gilanya maka aku
akan kesulitan untuk berhenti tertawa. Mereka sangat setia kawan, jika ada satu
yang mengalami kesulitan maka tangan yang lain akan dengan ringan terulur. Meski mereka gila, tapi ada kalanya diskusi dengan mereka juga terasa menyenangkan, selalu diselingi canda namun tetap ada pelajaran yang membekas, contoh ketika diskusi psikologi sosial, aku sungguh ingin mengulanginya, atau ketika diskusi di sayap kanan lobby kampus, itu pertama kalinya aku mulai mendekat dan akhirnya sekarang bergabung dengan mereka.
Aku yang jarang
pergi kemana-kemana, dengan menggebu mengajak mereka ke monas. Ya, monas. Monas
yang sangat ikonik itu saja belum pernah aku datangi. Dengan sangat baik hati
mereka menemaniku kesana, bersepuluh kita naik kereta, mereka bilang bahwa hari
itu adalah “Anifah Day”. Aku tak pernah tidak tersenyum ketika kembali membuka
album foto yang kuberi nama “Trip to Monas”. Makan es cream di stasiun, naik
mobil tingkat gratis, sholat di Istiqlal, antri naik ke atas monas, pulang
terlalu malam sampai parkiran motor tutup, balik lagi ke stasiun ditengah
perjalanan pulang karena ada teman yang terlupa (maaf yas, ren), dan akhirnya
makan nasi uduk sebelum benar-benar pulang.
Yang baru-baru
ini kami lakukan bersama adalah mengadakan acara gathering kelas, touring menggunakan motor ke Bogor, acara yang sangat
menyenangkan. Itu sungguh pertama kalinya aku pergi jauh menggunakan motor,
hujan dalam perjalanan berangkat sama sekali tidak membuat ingin pulang. Kalian
tahu? Ternyata mereka, pria-pria dikelasku jago memasak, dari acara ini aku
mulai menyadari bahwa mereka adalah pria-pria baik meski ketika bercanda kadang
membuat dahiku berkerut, atau mungkin aku saja yang terlalu kaku? Entahlah. Yang
pasti mereka tipe yang bertanggung jawab dan tidak akan tega membuat anak
perempuan kesusahaan. Satu yang selalu aku semogakan, semoga mereka bukan
pecinta sesama jenis.
Perjalanan pulang juga tak kalah menyenangkan, meski rasanya aku sangat ngantuk, penyebabnya? Kurasa angin. Kalian tahu apa
obat ngantuk paling mujarab selain makan? Menyanyi, aku menyanyikan semua
sountrack lagu kartun sewaktu aku masih anak-anak sepanjang perjalanan pulang,
tak absen lagu lain pula, tapi yang paling enak untuk dinyanyikan menurutku cuma
satu, sountrack kartun chibi marukochan. “hal yang menyenangkan hati banyak
sekali bahkan kalau kita bermimpi, sekarang ganti baju gar menarik hati ayo
kita mencari temaaaaan ...”
Selain jalan-jalan
yang pada dasarnya hanya untuk bersenang-senang anak-anak kelasku juga secara
rutin mengadakan acara bakti sosial tiap semesternya, acara pertama aku hanya
ikut melakukan penggalangan dana, acara kedua aku benar-benar terjun langsung,
dan kalian tahu bagaimana rasanya? Sangat-sangat menyenangkan, mulai dari rapat
dengan ketua yang galak tapi tegas, mempersiapkan barang-barang yang akan kita
sumbangkan, hingga dihari H kita bertemu serta berbagi dengan anak-anak yang
membutuhkan itu. Melakukan acara bakti sosial ini rasanya seperti melakukan pengabdian masyarakat yang nyata,
the real mahasiswa menurutku ya yang begini, yang melakukan tindakan nyata
untuk lingkungan sekitar, bukan hanya fokus untuk mengejar nilai yang pada
akhirnya tidak akan memberikan pelajaran tentang hidup yang nyata padamu.
Yang sayang
untuk tidak diceritakan adalah acara ketika kita ke pasar malam setelah acara
bakti sosial. Lagi-lagi itu pertama kalinya aku ke pasar malam, naik
kora-koraan sama Rere, naik itu entah aku harus menyebutnya apa, sepedakah? Tapi
rodanya banyak, odong-odongkah? Pokoknya itu deh yang ada di foto. Melambaikan tangan
pada orang-orang yang tidak dikenal, aku benar-benar kehilangan rasa malu waktu
itu, tapi aku tidak malu. Teriak-teriakan karena yang mengayuh entah kenapa
kurang profesional, atau jangan-jangan benar kata abang-abang yang menyewakan
benda itu bahwa akunya saja yang terlalu gendut? Tidak mungkin, itu pasti karena
pengayuh sepedanya yang sedikit payah. Sampai dirumah aku baru makan, laparku
karena belum makan seketika hilang berganti canda dan tawa bersama mereka.
Masa-masa
menyenangkan ini pasti akan berlalu dan berganti dengan masa-masa yang lain
dimasa depan, namun kenangan tentangnya sungguh akan menetap dihati. Banyaknya foto
kebersamaan kita yang tersimpan rapi kurasa cukup menjadi pengingat akan
hari-hari yang sudah kita lewati bersama. Bukankah hanya ada satu tempat dimana
waktu berhenti dan kenanganpun akan kembali berputar? Pada sebuah foto.
Aku sungguh
bersyukur kepada Allah karena dipertemukan dengan kalian, terimakasih sudah
menjadi teman-teman Anifah.